GAZA (Arrahmah.id) – Sami Abu Zuhri, Kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di luar negeri, menyatakan bahwa pendudukan ‘Israel’ tengah menyebarkan informasi palsu guna menciptakan kebingungan dan menekan perlawanan, sekaligus menutupi kejahatan-kejahatannya terhadap warga Gaza.
Dalam pernyataannya kepada saluran televisi Al-Aqsa, yang berafiliasi dengan Hamas, Abu Zuhri membantah kabar bahwa gerakannya telah menyetujui pembebasan sembilan tawanan ‘Israel’ dengan imbalan gencatan senjata selama dua bulan.
“Kami telah mengambil inisiatif menyerahkan tentara Edan Alexander sebagai bentuk niat baik untuk membuka jalan menuju kesepakatan. Namun, langkah kami itu tidak dihargai oleh pemerintah AS,” ujarnya.
Abu Zuhri menegaskan bahwa Hamas tidak akan menyerahkan para tawanan ‘Israel’ selama agresi terhadap Gaza masih terus berlangsung. Ia menambahkan bahwa Hamas siap membebaskan para tawanan sekaligus, asalkan ‘Israel’ menyetujui penghentian perang dengan jaminan dari pihak internasional.
Ia juga menekankan bahwa kondisi perlawanan masih kuat dan tidak ada kekhawatiran terkait masa depannya, meskipun menghadapi ketimpangan besar dalam persenjataan dibandingkan dengan militer pendudukan ‘Israel’.
Syarat dari ‘Israel’ dan Amerika Serikat
Sebelumnya pada Ahad (18/5/2025), utusan AS untuk urusan tawanan, Adam Boehler, menyatakan bahwa Hamas harus membebaskan para tawanan jika ingin serangan udara ‘Israel’ dihentikan.
“Kita hanya akan melihat pembebasan para tawanan melalui tekanan dan kekuatan,” kata Boehler dalam sebuah pernyataan pers.
Putaran baru negosiasi di Doha dimulai beberapa hari lalu, bertepatan dengan kunjungan Presiden AS Donald Trump ke kawasan, termasuk ke Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab.
Menjelang rapat kabinet keamanan ‘Israel’, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan bahwa tim perunding ‘Israel’ di Doha sedang berupaya keras memanfaatkan setiap peluang untuk mencapai kesepakatan, baik berdasarkan rencana yang diajukan oleh utusan AS Steven Witkoff maupun sebagai bagian dari upaya mengakhiri pertempuran.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa setiap kesepakatan harus mencakup pembebasan seluruh tawanan, pengusiran pejuang Hamas dari Gaza, serta menjadikan Gaza sebagai wilayah tanpa senjata.
Netanyahu sendiri tetap menolak penghentian perang sebelum mencapai apa yang disebutnya sebagai “kemenangan mutlak”, “penghancuran Hamas”, dan pembebasan seluruh tawanan ‘Israel’ di Gaza.
Sebaliknya, Hamas menyatakan kesiapannya untuk mencapai kesepakatan yang memungkinkan pembebasan para tawanan secara sekaligus, dengan syarat perang dihentikan, pasukan pendudukan ditarik dari Gaza, dan proses rekonstruksi wilayah dimulai. (zarahamala/arrahmah.id)