GAZA (Arrahmah.id) – Mantan Perdana Menteri ‘Israel’, Ehud Barak, memperingatkan bahwa Benjamin Netanyahu kini berada di persimpangan jalan yang menentukan: melanjutkan “perang politik berbasis tipu daya” atau mengakhiri perang dan memprioritaskan pembebasan para sandera.
Dalam sebuah artikel tajam yang diterbitkan oleh Haaretz pada Kamis (22/5/2025), Barak menyatakan keraguannya bahwa perpanjangan perang di Gaza akan menghasilkan sesuatu yang berbeda dari operasi militer ‘Israel’ sebelumnya.
“Memilih perang berbasis tipu daya,” tulisnya, “sama saja dengan menulis bab baru dalam buku The March of Folly (Langkah-Langkah Bodoh dalam Sejarah),” mengacu pada kebijakan-kebijakan yang gagal dari para pemimpin dunia.
Barak menyebut perang yang masih berlangsung ini sebagai “layar asap yang menyesatkan” yang dikemas sebagai demi keamanan dan masa depan ‘Israel’, padahal sesungguhnya hanyalah “perang politik.”
Konsekuensi Bencana
Menurut Barak, memperpanjang perang tidak akan membawa hasil apa-apa, justru hanya akan memperburuk isolasi diplomatik dan hukum ‘Israel’, meningkatkan gelombang antisemitisme global, dan, yang paling fatal, “menjadi vonis mati bagi sebagian besar sandera yang masih hidup.”
Ia menilai bahwa strategi Netanyahu tidak akan pernah berhasil. “Akan masuk akal bila strategi itu benar-benar bisa menghasilkan ‘kemenangan total’ atas Hamas, tetapi itu tidak akan terjadi.”
Ia menyebut visi-visi seperti pendudukan permanen Gaza, pemindahan paksa dua juta warga Palestina, dan pembangunan permukiman Israel di atas tanah itu sebagai halusinasi politik yang “tidak masuk akal dan hanya akan mempercepat konfrontasi dengan dunia.”
Barak pun mengakhiri tulisannya dengan seruan yang tegas: “Kita sangat butuh segera dibebaskan dari pemerintahan terburuk dalam sejarah kita.” (zarahamala/arrahmah.id)