GAZA (Arrahmah.id) — Pemerintah Inggris, Prancis, dan Kanada kompak mengecam serangan militer Israel yang semakin meluas di Jalur Gaza. Ketiga negara itu bahkan mengancam akan melakukan “tindakan konkret lebih lanjut sebagai respons” jika Tel Aviv tidak menghentikan serangan mereka dan mencabut blokade terhadap bantuan kemanusiaan.
Dilansir Al Arabiya (20/5/2025), ancaman tersebut secara khusus ditujukan untuk pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
“Kami tidak akan tinggal diam sementara pemerintah Netanyahu melakukan tindakan mengerikan ini,” demikian bunyi pernyataan bersama dari Inggris, Prancis, dan Kanada yang dirilis pada Senin (19/5) waktu setempat.
“Kami berkomitmen untuk mengakui negara Palestina sebagai kontribusi untuk mencapai solusi dua negara dan siap bekerja sama dengan pihak-pihak lainnya untuk tujuan ini,” tegas ketiga negara itu.
Pernyataan bersama dari ketiga negara Barat itu bertepatan dengan tuntutan gabungan yang disampaikan 22 negara — termasuk Inggris, Prancis, dan Kanada — yang menuntut Israel segera “mengizinkan masuknya kembali bantuan secara penuh ke Gaza”, dengan menekankan penduduk wilayah itu “menghadapi kelaparan”.
Israel memberlakukan blokade total terhadap bantuan kemanusiaan Gaza sejak 2 Maret lalu, sebelum mengumumkan pada Senin (19/5) bahwa mereka akan mengizinkan sejumlah truk pengangkut bantuan kemanusiaan untuk masuk ke daerah kantong Palestina tersebut.
Netanyahu mengatakan bahwa diizinkannya bantuan masuk secara terbatas karena “gambaran kelaparan massal” di Jalur Gaza dapat merusak legitimasi perang negaranya.
Inggris, Prancis, dan Kanada dalam pernyataannya menyebut bahwa “penolakan Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang penting bagi penduduk sipil, tidak dapat diterima dan berisiko melanggar hukum kemanusiaan internasional.
Pernyataan bersama ketiga negara itu juga mengecam “bahasa menjijikkan yang digunakan baru-baru ini oleh anggota pemerintah Israel, yang mengancam bahwa, dalam keputusasaan mereka atas kehancuran Gaza, warga sipil akan mulai direlokasi”.
Para pemimpin Inggris, Prancis, dan Kanada juga mengatakan bahwa “pemindahan paksa secara permanen merupakan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional”. (hanoum/arrahmah.id)