GAZA (Arrahmah.id) – Militer ‘Israel’ dilaporkan telah mengubah drone komersial menjadi alat pengebom dan pengintai di Gaza, demikian temuan investigasi terbaru oleh lembaga verifikasi Sanad dari Al Jazeera.
Drone yang dimaksud adalah produk dari perusahaan teknologi asal Tiongkok, DJI, yang awalnya dirancang untuk penggunaan sipil seperti pertanian dan perekaman video. Namun, penyelidikan ini menemukan bahwa drone-drone tersebut telah dimodifikasi untuk menyerang rumah sakit, tempat pengungsian warga sipil, dan bahkan mengawasi tahanan Palestina yang dipaksa menjadi tameng manusia bagi pasukan ‘Israel’ yang bersenjata lengkap.
Penggunaan drone DJI oleh militer ‘Israel’ sebenarnya bukan hal baru. Pada 2019, kelompok kampanye ‘Israel’ Hamushim menemukan bahwa operator militer ‘Israel’ menggunakan DJI Matrice 600 untuk menjatuhkan gas air mata pada demonstran damai dalam aksi Great March of Return di Gaza. Namun, penggunaan drone-drone ini secara langsung untuk menyerang warga sipil dan fasilitas yang dilindungi merupakan langkah eskalatif yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Investigasi mengungkap bahwa model DJI Agras, yang sebenarnya dikembangkan untuk penyemprotan lahan pertanian, merupakan drone yang paling signifikan dalam operasi ini. DJI Agras mampu membawa beban besar dan terbang dengan presisi tinggi, fitur yang kini dimanfaatkan untuk menjatuhkan bahan peledak ke sasaran-sasaran yang sulit dijangkau pasukan darat.
Selain itu, DJI Mavic digunakan untuk pengintaian dan penentuan sasaran, sementara drone DJI Avata, yang seharusnya untuk keperluan rekreasi dan sinematografi, dimodifikasi untuk menjelajahi jaringan terowongan bawah tanah di Gaza.
Organisasi kemanusiaan dan warga lokal melaporkan meningkatnya penggunaan drone yang tampaknya sipil namun dilengkapi bahan peledak.
Salah satu insiden terjadi pada 17 Juli 2024, ketika rekaman memperlihatkan DJI Agras menjatuhkan bom ke gedung milik lembaga amal Turki, IHH, di Jabalia, Gaza utara. Lokasi ini hanya berjarak kurang dari 100 meter dari sekolah yang menjadi pusat pengungsian dan distribusi bantuan.
Pada November, di Beit Lahia, drone DJI Agras juga menjatuhkan bom ke kawasan permukiman yang penuh pengungsi setelah sekolah PBB yang digunakan sebagai tempat perlindungan dibombardir oleh ‘Israel’ . Saksi mata menyatakan serangan tersebut tampaknya disengaja untuk menebar teror.
Lebih dari sekadar menyerang, drone yang telah dimodifikasi juga digunakan secara luas untuk operasi pengawasan dan taktis. Dalam satu rekaman yang diperoleh Al Jazeera Arabic, drone DJI Avata digunakan untuk memantau seorang warga Palestina yang dipaksa menjadi tameng manusia oleh tentara ‘Israel’ bersenjata lengkap di Shujaiya pada Desember 2023. Orang tersebut tampak diperintahkan membuka pintu sekolah guna memastikan tidak ada pejuang Palestina di dalamnya, semua gerak-geriknya diawasi ketat oleh drone.
Perlu dicatat bahwa ini bukan pertama kalinya drone DJI digunakan dalam konflik. Dalam perang Rusia-Ukraina tahun 2022, kedua pihak diketahui memodifikasi drone serupa. Saat itu, DJI memutuskan untuk menghentikan seluruh penjualan produknya ke Rusia dan Ukraina setelah ada keluhan dari Ukraina bahwa data drone dibocorkan ke Rusia.
DJI saat itu menyatakan: “Kami tidak akan pernah menerima produk kami digunakan untuk menyakiti siapa pun dan akan terus berusaha membuat dunia menjadi lebih baik.”
Namun, berbeda dengan respons terhadap perang di Ukraina, hingga kini DJI belum mengambil tindakan serupa terhadap penggunaan produk mereka oleh Israel di Gaza, meski bukti-bukti pemakaian sebagai senjata sudah sangat jelas.
Saat dimintai tanggapan oleh Sanad, DJI menyatakan bahwa “produk kami ditujukan untuk penggunaan damai dan sipil saja, dan kami mengutuk keras segala penyalahgunaan produk kami untuk melukai orang di mana pun.”
Namun, ketika ditanya apakah mereka akan menghentikan penjualan ke ‘Israel’ atau menerapkan pembatasan perangkat lunak seperti yang mereka lakukan dalam konflik Rusia-Ukraina, DJI tidak memberikan respons lebih lanjut maupun tindakan nyata. (zarahamala/arrahmah.id)