TEL AVIV (Arrahmah.id) — Surat kabar “Israel” Haaretz pada Ahad (2/5) mempublikasikan hasil penyelidikan militer tentang peristiwa 7 Oktober 2023 saat operasi Thufan Al-Aqsha, khususnya di wilayah pantai Zikim, perbatasan utara Jalur Gaza dan selatan Tel Aviv.
Penyelidikan tersebut mengungkapkan bahwa para tentara “Israel” gagal menjalankan misi pertahanan mereka dalam menghadapi pejuang perlawanan Palestina. Padahal, ada pasukan militer yang ditempatkan dekat pantai, namun mereka tidak bertindak tegas untuk memisahkan warga “Israel” dari para pejuang bersenjata.
Disebutkan bahwa pada hari itu, para tentara tidak memiliki informasi lengkap dan akurat tentang jumlah pejuang yang menyusup ke pantai Zikim ataupun jumlah pasukan yang ada di lokasi.
Meski Divisi Gaza mengetahui adanya penyusupan, namun para tentara tak mampu memberi dukungan pada Brigade Golani yang berada di sekitar pantai. Bahkan, peringatan penyusupan sempat diterima oleh Brigade Golani, tetapi tidak diteruskan ke para tentara karena komandan mereka bersembunyi di tempat perlindungan. Beberapa tentara dilaporkan juga bersembunyi saat serangan terjadi, sementara yang lain justru melarikan diri.
Investigasi menegaskan bahwa pelarian pasukan Brigade Golani dari pertempuran dengan pejuang Palestina di Zikim merupakan salah satu kegagalan terbesar militer “Israel” dalam peristiwa 7 Oktober. Bahkan, jenazah beberapa korban “Israel” dibiarkan tergeletak selama seminggu setelah serangan itu.
Dua bulan sebelum serangan, militer “Israel” mengadakan dua latihan besar-besaran untuk pasukan Divisi Gaza utara dan angkatan laut di pantai Zikim. Namun, pada 7 Oktober, para pejuang Palestina berhasil membunuh 17 tentara dan warga “Israel” di pantai itu.
Menurut laporan tersebut, sebanyak 38 pejuang Palestina menyusup ke pantai Zikim menggunakan tujuh kapal, dan tiga orang dari mereka bahkan berhasil mencapai wilayah sekitar pembangkit listrik di Ashkelon.
Hasil penyelidikan ini menambah daftar panjang laporan-laporan tentang kegagalan militer dan keamanan “Israel” dalam menghadapi operasi 7 Oktober. Sebelumnya, militer “Israel” telah merilis temuan mereka tentang insiden di pangkalan militer Zikim pada akhir bulan lalu, termasuk fakta bahwa lima perwira, satu tentara, dan satu warga “Israel” tewas dalam serangan itu.
Dalam serangan tersebut, para tentara Brigade Golani dilaporkan mengalami tekanan mental berat dan lari ke arah pantai dekat pangkalan, menghindari konfrontasi langsung. Bantuan militer baru datang beberapa jam setelah penyusupan dimulai, sementara komandan pangkalan militer tidak datang ke lokasi dan memilih tetap berada di rumahnya yang terlindung bersama keluarga.
Sebelumnya, laporan pada Maret lalu juga mengungkap kegagalan yang sama dalam menghadapi serangan di permukiman Nir Oz, di mana seperempat penduduknya dilaporkan terbunuh atau ditawan. Peneliti militer Amos Harel dari Haaretz menggambarkan penyelidikan ini sebagai sorotan besar atas runtuhnya struktur komando militer dan ketiadaan respons efektif dari tentara “Israel”.
Rangkaian penyelidikan ini memicu saling tuduh antara petinggi politik dan keamanan “Israel” soal siapa yang paling bertanggung jawab atas kegagalan besar tersebut.
Ketegangan itu bahkan membuat Kepala Dinas Keamanan Dalam Negeri (“Shin Bet”), Ronen Bar, mengumumkan pengunduran dirinya yang dijadwalkan pada 15 Juni 2025, setelah perselisihannya dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Netanyahu sebelumnya sempat memecat Bar, namun keputusan itu dibekukan oleh Mahkamah Agung.
(Samirmusa/arrahmah.id)