TEL AVIV (Arrahmah.id) — Sebuah situs berita situs Israel, The Marker, menyatakan pada Selasa (6/5/2025), Israel benar telah mempersenjatai kelompok perlawanan Palestina Hamas. Senjata itu kemudian digunakan Hamas untuk kembali memerangi Israel.
Menurut The Marker, semua senjata itu berasal dari 3.000 bom Israel yang gagal meledak saat serangan udara di Jalur Gaza. Jumlah sebanyak itu setara dengan 20 persen dari total amunisi yang dijatuhkan Israel selama fase perang.
Menurut laporan tersebut, penyelidikan oleh militer Israel mengungkapkan kalau banyak ledakan besar yang merusak atau menghancurkan kendaraan lapis baja Israel — termasuk sebuah tank pada bulan Januari — disebabkan oleh bom Angkatan Udara Israel (IAF) gagal meledak yang didaur ulang oleh Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas.
Hingga awal 2025, Angkatan Udara Israel mengetahui sedikitnya 3.000 bom yang belum meledak di Gaza, The Marker menambahkan.
Setiap bom Israel yang beratnya mencapai satu ton dan digunakan dalam serangan ini menghabiskan biaya antara 20.000 dolar AS dan 30.000 dolar AS.
“Bom-bom yang tidak meledak ini secara efektif telah menjadi jalur yang melaluinya, Israel, tanpa sengaja, telah mentransfer ribuan ton bahan peledak ke Hamas—yang bernilai puluhan juta dolar—selama satu setengah tahun terakhir,” kata laporan itu.
Mengingat kekurangan persenjataan Hamas yang parah, bahan mentah ini memungkinkan para petempurnya memproduksi ribuan bahan peledak, kata The Marker.
Penggunaan perangkat ini telah memainkan peran utama dalam serangan terhadap pasukan Israel, yang mengakibatkan meningkatnya korban di antara pasukan IDF yang beroperasi di Gaza, tambahnya.
Laporan itu memperingatkan, konsekuensi bagi Israel bisa lebih mahal dan berbahaya karena Kabinet Keamanan Israel terus berupaya memperluas operasi militer di Jalur Gaza.
Alasan di balik tingginya tingkat kegagalan amunisi Israel meledak saat serangan di Gaza dilaporkan adalah karena malfungsi teknis.
“Laju serangan udara yang intens telah menguras persediaan sekering fungsional milik militer—perangkat yang memicu bahan peledak,” tulis The Marker melaporkan.
Menurut laporan tersebut, meskipun tingkat kegagalan rata-rata bom Israel sebelumnya sekitar 2%, tingkat tersebut telah meningkat hingga 20% untuk amunisi tertentu yang digunakan di Gaza.
Metode yang digunakan Brigade Al Qassam untuk menggunakan bom yang tidak meledak ini dilaporkan sangat mudah.
Dalam beberapa kasus, mereka membelah bom, mengekstraksi bahan peledak, dan memindahkannya ke wadah logam besar untuk digunakan sebagai alat peledak.
Dalam kasus lain, mereka menggunakan bom apa adanya, dengan memasang kawat logam untuk memicu ledakan.
Laporan itu mencatat kalau Brigade Al-Qassam bersedia menerima korban di antara anggotanya karena “kecelakaan kerja” selama proses ini.
Menanggapi permintaan komentar dari The Marker, juru bicara militer Israel mengatakan kalau IDF “melakukan segala upaya untuk mengatasi ancaman persenjataan yang belum meledak di Jalur Gaza.”
Juru bicara tersebut mengklaim, “hanya sebagian kecil” dari puluhan ribu amunisi yang diluncurkan gagal meledak pada sasaran yang dituju.
Ia menambahkan kalau tentara Israel sedang berupaya mengidentifikasi dan menghancurkan bom-bom yang tidak meledak tersebut bila memungkinkan.
Meskipun ada klaim ini, sisa-sisa militer Israel dan bom yang belum meledak masih tersebar di Gaza, menimbulkan ancaman berkelanjutan bagi warga sipil.
Tanpa peralatan atau sumber daya yang tepat untuk membersihkannya, amunisi ini terus menyebabkan kematian, cedera, dan cacat permanen. (hanoum/arrahmah.id)