Memuat...

Nama, Nada, dan Pesan yang Sama: Munculnya “Abu Ubaidah” Baru dan Makna di Baliknya

Oleh Bashar Abu ZakriPenulis di Aljazeera
Selasa, 30 Desember 2025 / 10 Rajab 1447 18:54
Nama, Nada, dan Pesan yang Sama: Munculnya “Abu Ubaidah” Baru dan Makna di Baliknya
Salah seorang aktivis berkata: “Suara itu telah gugur, namun maknanya tetap hidup. Sang bertopeng baru pun muncul dan menyampaikan kabar duka atas mereka yang mendahuluinya.” (Al Jazeera)

GAZA (Arrahmah.id) - Kemunculan juru bicara baru Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), yang kembali menggunakan nama legendaris “Abu Ubaidah”, memantik gelombang perbincangan luas di jagat maya. Publik menyoroti bukan hanya soal nama, tetapi juga nada suara, gaya bahasa, dan pesan simbolik yang mengiringi penampilan perdana sosok tersebut.

Dalam pernyataan resmi yang disiarkan media pada Senin lalu, juru bicara baru itu mengumumkan kabar duka atas gugurnya sejumlah pimpinan penting Al-Qassam. Ia menyampaikan bahwa Al-Qassam berduka atas gugurnya “panglima mujahid Muhammad Sinwar, Kepala Staf Brigade Al-Qassam, serta komandan bertopeng Abu Ubaidah dengan nama aslinya Hudzaifah al-Kahlut (Abu Ibrahim)”.

Selain itu, Al-Qassam juga menegaskan gugurnya sejumlah tokoh penting lainnya, di antaranya “panglima mujahid Muhammad Shabana, Komandan Brigade Rafah; panglima Al-Qassam Hakam al-Issa; serta komandan senior Syaikh Raed Saad, Kepala Divisi Produksi Militer”.

Dengan kemunculan ini, juru bicara baru tersebut secara resmi melanjutkan peran media militer yang sebelumnya dijalankan Abu Ubaidah selama lebih dari 21 tahun, sosok bertopeng yang menjadi ikon perlawanan dan suara utama Al-Qassam di hadapan dunia.

Resonansi Simbolik di Ruang Publik

Reaksi luas bermunculan dari kalangan aktivis dan pengguna media sosial. Banyak yang menilai penggunaan nama “Abu Ubaidah” yang sama—lengkap dengan nada suara dan gaya retorika yang nyaris identik—bukanlah kebetulan.

Sebagian menilai, hal itu merupakan pesan sengaja bahwa yang gugur adalah individu, bukan jalan perjuangan. Suara bisa terhenti, tetapi sekolah perjuangan tetap hidup. Pesan tersebut dipandang sebagai penegasan bahwa Al-Qassam tidak bergantung pada figur, melainkan pada sistem dan ideologi yang terus diwariskan.

Sebagian lainnya menyebut pemilihan nama ini sebagai tamparan simbolik bagi musuh, dengan makna bahwa gugurnya satu Abu Ubaidah justru melahirkan banyak Abu Ubaidah lainnya. Seorang syahid digantikan oleh syahid berikutnya, tanpa jeda dan tanpa ragu.

Bahasa Tegas dan Pesan Terukur

Dari sisi performa, kemunculan perdana juru bicara baru itu dinilai kuat dan meyakinkan. Bahasa yang digunakan ringkas, tegas, dan sarat pesan politik serta moral. Banyak pengamat menilai hal ini sebagai indikator bahwa perlawanan tidak hanya bertahan secara militer, tetapi juga pulih dan matang secara komunikasi strategis.

Sejumlah pengamat menegaskan bahwa sosok ini bukan figur dadakan. Ia diyakini memiliki pengalaman panjang di lingkaran media militer, serta telah dipersiapkan secara sistematis oleh struktur kepemimpinan Al-Qassam. Hal ini mencerminkan ketahanan organisasi yang tetap solid meski berada di bawah tekanan ekstrem.

Pesan-pesan yang disampaikan pun dinilai selaras dengan penderitaan rakyat Gaza, sekaligus sejalan dengan garis politik perlawanan—disampaikan secara padat, emosional, namun tetap terkontrol.

“Abu Ubaidah” sebagai Identitas Perlawanan

Banyak kalangan menilai keputusan mempertahankan nama “Abu Ubaidah” sebagai langkah strategis yang cerdas. Nama tersebut tidak lagi sekadar identitas personal, melainkan telah menjelma menjadi simbol kolektif perlawanan.

Ketegasan Al-Qassam dalam mengumumkan gugurnya para pemimpinnya tanpa penyangkalan dipandang sebagai cerminan keberanian dan keteguhan struktur internal, sekaligus penghormatan terhadap para syuhada dan keluarga mereka.

Sejumlah pengamat menyimpulkan bahwa pesan utama yang hendak disampaikan adalah sederhana namun mendalam: jika seorang pemimpin gugur, semua siap memimpin; jika satu juru bicara hilang, maka semua adalah Abu Ubaidah.

“Suara itu gugur, tetapi maknanya tetap hidup. Abu Ubaidah yang baru muncul, menunaikan amanah, dan berkata kepada dunia: kami mewarisi nama ini. Perlawanan adalah ide, dan ide tidak pernah mati.”

Kemunculan ini menegaskan bahwa “Abu Ubaidah” kini telah melampaui sosok, menjadi ikon keberlanjutan jihad dan simbol keteguhan perlawanan yang tak pernah padam.

(Samirnusa/arrahmah.id)

Editor: Samir Musa

HeadlinePalestinaGazaabu ubaidah