TEL AVIV (Arrahmah.id) — Untuk pertama kalinya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menetapkan Oktober sebagai tanggal berakhirnya perang di Jalur Gaza.
Dilansir Israel Hayom (29/4/2025), ada kemungkinan perang Gaza akan berakhir bahkan sebelum tenggat waktu tersebut, yang menandai dua tahun sejak dimulainya perang, jika tujuan perang Israel tercapai.
Satu di antara target perang tersebut, kata laporan, terutama jika sandera Israel bisa dikembalikan.
Laporan ini muncul setelah agresi militer Israel secara membabi buta menyasar lebih dari dua juta warga Palestina di Gaza.
“Sebelumnya, Netanyahu tidak pernah menetapkan batas waktu untuk mengakhiri perang Gaza, membuatnya tampak tidak ada habisnya,” tulis Israel Hayom, seperti dikutip dari Khaberni (29/4/2025).
Media Israel tersebut melaporkan kalau, “Seorang sumber keamanan senior Israel mengatakan pada Senin (28/4) dalam pembicaraan tertutup bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menetapkan berakhirnya perang di Gaza pada bulan Oktober mendatang.”
Surat kabar itu tidak mengungkapkan nama sumber keamanan Israel, tetapi pada saat yang sama, pemerintah Israel tidak membantah pernyataan belum pernah terjadi sebelumnya yang dibuatnya.
Laporan menambahkan, “Menurut sumber yang sama, penting untuk menekankan kalau ini adalah ‘waktu target maksimum’, dan jika kondisinya tepat dan tujuan tercapai, perang akan berakhir sebelum itu.”
Menurut narasumber Israel tersebut, “alasannya adalah perang tidak bisa berlangsung lebih dari dua tahun”, menandakan kalau Israel juga terbebani ongkos perang yang tinggi.
Sumber yang sama mengatakan kalau “Israel menolak usulan gencatan senjata yang berpotensi membuat Hamas tetap menjadi organisasi bersenjata di Jalur Gaza,” merujuk pada perlucutan senjata Hamas sebagai prasyarat dari Israel agar perang berakhir.
Surat kabar itu mengutip sumber diplomatik Israel yang mengatakan, “Alasan kami tidak memulai perang yang penuh kekerasan di akhir gencatan senjata (18 Maret), dan sebaliknya memilih proses bertahap, bermula dari fakta bahwa kami ingin mengizinkan negosiasi untuk pembebasan para sandera. Kami ingin mengerahkan segala upaya untuk memulangkan para sandera, dan inilah yang memengaruhi perilaku kami. Kami masih berusaha mengerahkan segala upaya untuk membebaskan para sandera dalam kesepakatan itu, tetapi kesabaran kami tidak tidak terbatas.”
Meskipun pejabat Israel mengindikasikan kalau agresi militer itu berlansung secara bertahap, kenyataan di lapangan dan pernyataan pejabat militer Israel bertentangan dengan hal ini.
Operasi militer Pasukan Israel saat ini dinilai melakukan upaya pendudukan permanen secara penuh di wilayah kantung Palestina tersebut.
“Pasukan Israel telah menguasai 16 persen Jalur Gaza hingga berakhirnya gencatan senjata pada Januari lalu. Saat ini, pada April 2025 tentara Israel mengatakan telah menguasai lebih dari 40 persen Jalur Gaza,” kata laporan Khaberni.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan jika kita menambahkan wilayah-wilayah yang telah diperingatkan oleh tentara Israel untuk dievakuasi, persentasenya mencapai 69 persen dari luas Jalur Gaza.
Badan PBB juga mengatakan bahwa situasi pangan di Jalur Gaza tidak pernah seburuk ini sejak awal perang.
“Pendudukan Israel telah melakukan pembantaian terhadap warga Palestina yang tidak bersalah, pemilik tanah dan hak, karena lebih dari 53.000 warga Palestina telah menjadi martir dalam dua tahun terakhir di tengah kebisuan internasional yang menjijikkan,” tulis laporan Khaberni.
“Tentara Israel melancarkan serangan udara besar-besaran setiap hari, termasuk pada siang dan malam hari, yang menewaskan ratusan warga Palestina,” tambah ulasan tersebut. (hanoum/arrahmah.id)