GAZA (Arrahmah.id) – Ratusan ribu warga Palestina di Jalur Gaza hanya bisa makan satu kali setiap dua atau tiga hari akibat blokade total yang diberlakukan ‘Israel’, ungkap juru bicara Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Selasa (6/5/2025).
“Lebih dari 66.000 anak-anak di Gaza menderita gizi buruk parah,” kata Adnan Abu Hasna dalam wawancara dengan saluran Al-Ghad TV, seperti dikutip oleh kantor berita Anadolu.
Sejak 2 Maret, ‘Israel’ memberlakukan blokade total terhadap masuknya seluruh bantuan kemanusiaan, termasuk air, makanan, dan pasokan medis. Kebijakan ini makin memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah akut, menurut laporan dari pemerintah, organisasi HAM, dan badan internasional.
UNRWA Tolak Rencana Distribusi Bantuan ‘Israel’
Abu Hasna menegaskan bahwa “UNRWA tidak akan menjadi bagian dari rencana baru Israel” dalam mendistribusikan bantuan, karena rencana tersebut “tidak memenuhi standar kemanusiaan PBB sama sekali.”
Pada Ahad malam (4/5), kabinet keamanan ‘Israel’ menyetujui rencana distribusi bantuan di Gaza yang akan dijalankan melalui kontraktor keamanan swasta. Namun rencana ini langsung ditolak oleh PBB dan puluhan lembaga kemanusiaan internasional karena dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, tidak logis secara teknis, dan berisiko membahayakan warga Palestina serta para petugas kemanusiaan.
“Kekejaman yang Mutlak”
“Kelaparan yang dibuat secara sengaja dan bermotif politik di Gaza adalah bentuk kekejaman yang mutlak,” ujar Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini dalam pernyataan di platform X.
“Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai senjata,” tambahnya.
Lazzarini menekankan bahwa badan-badan kemanusiaan memiliki prinsip dasar yang harus dihormati demi memastikan bantuan sampai kepada semua yang membutuhkan “tanpa pengecualian.”
Ia juga menyatakan bahwa skema distribusi yang diusulkan oleh ‘Israel’ “jauh dari memadai dalam mengatasi kelaparan yang menghancurkan.”
Tim Kemanusiaan PBB di Gaza juga menyatakan bahwa mereka “hanya dapat mendukung rencana yang menghormati prinsip kemanusiaan: kemanusiaan, netralitas, independensi, dan ketidakberpihakan.”
Korban Kelaparan dan Ketergantungan Penuh
Data dari kantor media pemerintah Gaza menunjukkan bahwa setidaknya 57 warga Palestina telah meninggal karena kelaparan sejak Oktober 2023.
Hampir 2,4 juta penduduk Gaza kini sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan, menurut data Bank Dunia yang dikutip oleh Anadolu.
Sidang Mahkamah Internasional
Pekan lalu, Amerika Serikat menyampaikan dalam sidang publik Mahkamah Internasional (ICJ) bahwa ‘Israel’ “tidak memiliki kewajiban hukum” untuk mengizinkan masuknya bantuan ke Gaza.
Sebagai tanggapan, Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese menegaskan bahwa “Israel wajib SEPENUHNYA dan TANPA SYARAT mundur dari Gaza dan wilayah Palestina yang diduduki (oPt).” Ia juga menambahkan bahwa “negara-negara lain punya kewajiban untuk tidak membantu atau terlibat dalam tindakan ilegal ‘Israel’, agar tidak ikut menjadi KOMPLISITAS.”
Korban Jiwa Terus Bertambah
Sejak ‘Israel’ melanggar gencatan senjata pada 18 Maret, serangan udara terus dilancarkan di seluruh Jalur Gaza, menewaskan dan melukai ribuan warga Palestina.
Serangan dimulai pada 7 Oktober 2023, setelah operasi perlawanan Palestina di ‘Israel’ selatan.’Israel’ kemudian meluncurkan perang genosida terhadap warga Gaza, menewaskan lebih dari 52.000 orang, melukai lebih dari 118.000, dan lebih dari 14.000 lainnya masih hilang.
Meski banyak negara mengecam genosida ini, hingga kini hampir tidak ada tindakan konkret untuk mengadili ‘Israel’.
‘Israel’ saat ini tengah diselidiki oleh Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan kejahatan genosida, dan sejumlah pemimpin utamanya, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, telah secara resmi masuk dalam daftar buronan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Namun, genosida yang dilakukan ‘Israel’ sejauh ini tetap didukung, dibela, dan dibiayai oleh Amerika Serikat serta beberapa negara Barat lainnya. (zarahamala/arrahmah.id)