JAKARTA (Arrahmah.id) – Ada sekitar 87 mahasiswa asal Indonesia yang terancam diusir dari Universitas Harvard setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melarang universitas elite tersebut menerima mahasiswa asing.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia angkat bicara terkait masalah ini.
Kemlu menyatakan pihaknya terus memantau dari dekat perkembangan kebijakan imigrasi Amerika, termasuk pelarangan terhadap Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa asing.
“Kebijakan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian bagi nasib mahasiswa internasional dari berbagai negara yang studi di Universitas Harvard, termasuk 87 mahasiswa asal Indonesia,” kata Kemlu dalam sebuah pernyataan, Selasa (27/5/2025).
Universitas Harvard menentang perintah Trump dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Putusan pengadilan belum keluar, namun memicu kecemasan para mahasiswa asing yang studi di kampus tersebut.
“Sembari menunggu proses gugatan hukum oleh Universitas Harvard, Perwakilan RI di Amerika Serikat telah menjalin komunikasi intensif dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Harvard dan mengimbau mereka untuk tetap tenang,” papar Kemlu.
“Perwakilan RI di AS siap memberikan bantuan kekonsuleran terhadap mahasiswa Indonesia yang terdampak,” imbuh Kemlu.
Menurut Kemlu, Pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan keprihatinan terhadap masalah ini kepada Pemerintah AS dan berharap terdapat solusi yang tidak merugikan nasib mahasiswa Indonesia di Universitas Harvard.
“Mahasiswa Indonesia di AS selama ini telah banyak memberikan kontribusi penting bagi kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan di AS,” imbuh Kemlu.
Trump Larang Universitas Harvard Terima Mahasiswa Asing Seperti diberitakan sebelumnya, Gedung Putih mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional. Langkah ini meningkatkan konflik yang sedang berlangsung dengan institusi Ivy League tersebut.
Harvard menolak tudingan Gedung Putih soal keengganan universitas mengatasi dugaan antisemitisme di kampus dan membongkar program keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI).
Sejak kembali menjabat, Presiden AS, Donald Trump telah meminta perguruan tinggi dan universitas menghentikan protes anti-Israel.
Trump menggambarkan protes itu sebagai antisemit. Dia juga membongkar inisiatif DEI, yang telah dia klaim mempromosikan “perpecahan dan radikalisme.”
Ultimatum tersebut, yang diumumkan pada Kamis (22/5/2025) oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem, memberi universitas waktu 72 jam untuk mematuhi daftar tuntutan federal agar sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) dipulihkan.
Tuntutan ini termasuk menyerahkan semua catatan disiplin untuk mahasiswa non-imigran dari lima tahun terakhir, bersama dengan catatan elektronik, video, atau audio yang mendokumentasikan aktivitas “ilegal, berbahaya, atau kekerasan” mereka di kampus.
Harvard tidak dapat lagi menerima mahasiswa asing, dan mahasiswa asing yang ada harus pindah atau kehilangan status hukum mereka,” tulis Noem dalam surat kepada Presiden Harvard Alan Garber tertanggal 22 Mei.
Surat itu menegaskan, “Ini menjadi peringatan bagi semua universitas dan lembaga akademis di seluruh negeri.”
“Pemerintahan ini meminta Harvard bertanggung jawab atas tindakannya yang mendorong kekerasan, antisemitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China di kampusnya,” ungkap surat itu.
Pencabutan sertifikasi SEVP Harvard dapat memengaruhi hampir 6.800 mahasiswa internasional yang saat ini terdaftar di kampus Cambridge, Massachusetts, yang mencakup sekitar 27% dari jumlah mahasiswa tahun 2024-2025.
“Merupakan hak istimewa, bukan hak asasi, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari pembayaran biaya kuliah yang lebih tinggi untuk membantu menambah dana abadi mereka yang bernilai miliaran dolar,” imbuh Noem.
Harvard telah mengecam keputusan tersebut sebagai tindakan yang melanggar hukum dan merupakan tindakan pembalasan politik. Menurut pihak universitas, tindakan pemerintahan tersebut menimbulkan kerugian serius bagi misi akademis dan reputasi global universitas tersebut.
“Kami berkomitmen penuh mempertahankan kemampuan Harvard dalam menampung mahasiswa dan akademisi internasional, yang berasal dari lebih dari 140 negara dan memperkaya Universitas, dan negara ini, tak terkira,” papar juru bicara Harvard Jason Newton.
Perselisihan tersebut menandai peningkatan besar dalam kampanye tekanan pemerintahan Trump terhadap universitas-universitas elite, di tengah reaksi politik yang berkembang atas penanganan mereka terhadap protes mahasiswa pro-Palestina.
Setelah Harvard menolak tuntutan federal dan berjanji menangani masalah internal dengan ketentuannya sendiri, pemerintahan membekukan USD2,2 miliar dalam pendanaan federal untuk universitas, bagian dari tinjauan yang lebih luas atas hampir USD9 miliar dalam hibah publik yang diberikan kepada Harvard dan lembaga penelitian afiliasinya.
(ameera/arrahmah.id)