YERUSALEM (Arrahmah.id) – Abdullah Al-Barghouthi, salah satu pemimpin perlawanan Palestina, dilaporkan mengalami penyiksaan brutal di dalam Penjara Gilboa, ‘Israel’. Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera Mubasher, saudara laki-lakinya, Mohammad Al-Barghouthi, mengungkapkan kondisi mengerikan Abdullah. “Tubuhnya penuh memar dan darah kering. Dia tak bisa tidur telentang atau tengkurap. Bahkan ke kamar mandi pun dia tak bisa sendiri,” ujarnya.
Pengacara yang baru-baru ini mengunjungi Abdullah menggambarkan penyiksaan yang nyaris tak terbayangkan. Salah satu pengacara, yang telah mengikuti kasusnya selama lebih dari dua dekade, mengatakan, “Saya belum pernah melihat sesuatu yang seperti ini.” Menurut keluarga, penjaga penjara memukuli Abdullah berulang kali, mematahkan tulang rusuknya, lalu membiarkan anjing polisi menyerang tubuhnya yang terluka. Dalam satu insiden lain, sabun cuci panas diduga disiramkan ke kulitnya setelah sesi penyiksaan.
Meski disiksa secara fisik dan mental, Mohammad mengatakan Abdullah tetap kuat secara psikologis. “Dia selalu meyakinkan kami. Dia bicara tentang kebebasan seperti itu sudah dekat, seakan dia bisa melihatnya,” ujarnya. Selama hampir dua puluh tahun, keluarga hampir tidak pernah bisa berkomunikasi dengannya. Orang tuanya hanya pernah bertemu sekali selama 20 menit. Telepon pun sangat jarang, dan kalau ada, Abdullah hanya sempat berbicara sebentar dengan istrinya, anak-anaknya, atau ibunya.
Abdullah, yang memegang kewarganegaraan Yordania dan berasal dari Beit Rima dekat Ramallah, dijatuhi 67 hukuman penjara seumur hidup. Ia dituduh sebagai otak di balik serangkaian operasi perlawanan selama Intifada Kedua. Meski dipenjara, Abdullah menulis beberapa buku, termasuk The Prince of Shadows, sebuah memoar yang menggabungkan refleksi pribadi dengan ideologi politik. Keluarganya meyakini bahwa pemikirannya, visinya, dan keteguhan mentalnya tetap menjadi sumber inspirasi. “Dia selalu menjadi pemimpin di keluarga kami, bahkan dari balik jeruji,” kata Mohammad. (zarahamala/arrahmah.id)