GAZA (Arrahmah.id) — Seorang pemimpin senior kelompok perlawanan Palestina Hamas, Basem Naim, menegaskan bahwa kelompoknya siap untuk membebaskan seluruh sandera jika langkah tersebut dapat mengakhiri perang di Jalur Gaza.
Ia menyatakan kesiapan ini sebagai bagian dari upaya menciptakan perdamaian regional dan menantang Amerika Serikat (AS), khususnya Presiden Donald Trump, untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Israel.
“Kami telah menyampaikan kepada semua mediator, termasuk Amerika Serikat, bahwa kami siap menyerahkan semua tawanan segera, asalkan kami yakin hal ini akan mengarah pada berakhirnya perang ini,” ujar Naim dalam wawancara dengan Sky News (16/5/2025).
Menurut Naim, Trump memiliki kemampuan dan kemauan politik untuk menekan Israel agar menghentikan serangan dan mengarah pada resolusi damai. Ia bahkan menyebut kesediaan Hamas untuk bekerja sama dengan Trump dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
Naim juga mengungkapkan bahwa Hamas telah menerima proposal perdamaian dari Mesir yang mencakup pembentukan badan pemerintahan sementara yang independen dan tidak terafiliasi secara politik untuk mengelola Gaza. Namun, ia menekankan bahwa penghentian pendudukan dan agresi tetap menjadi syarat utama bagi langkah-langkah politik selanjutnya.
“Selama kami masih menjadi rakyat yang diduduki, kami berhak penuh untuk membela diri dan melawan pendudukan dengan segala cara,” tegas Naim.
Dilansir Anadolu Agency (16/5), dalam tuntutan Hamas yang disampaikan melalui mediator dan kontak langsung dengan beberapa pejabat AS, mereka menyerukan penarikan total pasukan Israel, pembukaan jalur bantuan kemanusiaan ke Gaza, serta rekonstruksi wilayah tanpa pemindahan paksa terhadap penduduk.
Menanggapi pernyataan Hamas, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, James Hewitt, menyatakan bahwa kelompok tersebut belum menunjukkan keseriusan dalam upaya damai. Ia menegaskan bahwa Presiden Trump tetap menuntut Hamas untuk meletakkan senjata sebagai prasyarat untuk perdamaian.
“Trump telah menyatakan dengan tegas bahwa Hamas harus meletakkan senjata mereka,” ujar Hewitt.
Sejak 7 Oktober 2023, militer Israel telah melancarkan ofensif besar-besaran ke Gaza yang menewaskan lebih dari 53.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Israel saat ini juga tengah menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida dalam serangan terhadap Gaza. (hanoum/arrahmah.id)