GAZA (Arrahmah.id) – Brigadir Jenderal Elias Hanna, pakar militer dan strategi, mengungkapkan bahwa fokus pendudukan ‘Israel’ pada wilayahShuja’iyyah, Jabalia, Beit Lahia, dan Beit Hanoun merupakan taktik dalam strategi besar yang bertujuan memecah-belah Gaza dan mengisolasi warga sipil dari para pejuang perlawanan.
Di hari ke-20 sejak ‘Israel’ melanjutkan agresinya pada 18 Maret 2023 setelah mengingkari gencatan senjata, pesawat tempur ‘Israel’ kembali melakukan pembantaian baru di Khan Yunis, Gaza selatan, menewaskan puluhan korban dalam serangan beberapa jam terakhir.
Strategi Penguasaan Bertahap
Hanna menjelaskan bahwa strategi ini dimulai dari zona penyangga, yang selama gencatan senjata, mencakup lima titik sedalam 1.100 meter. Titik-titik ini menjadi pijakan untuk merangsek lebih dalam.
Ia menunjukkan bahwa operasi ini bertujuan memperluas zona penyangga, memecah-belah Jalur Gaza, dan memisahkan warga sipil dari pejuang perlawanan, sehingga ‘Israel’ bisa menangani pejuang dengan pendekatan berbeda.
Hanna mencatat bahwa ada peningkatan level pasukan yang terlibat dari batalion ke brigade, lalu divisi. Ia menjelaskan bahwa Divisi ke-252 beroperasi di utara, dan Brigade Lapis Baja ke-401 dari Divisi ke-162 baru-baru ini telah ditambahkan ke dalamnya. Divisi ke-252 juga beroperasi di timur pada poros Netzarim, di tengah, dan di Kissufim. Sementara itu, Divisi ke-66 beroperasi pada poros Morag, dan Divisi ke-143 beroperasi pada poros Philadelphia.
Poros Morag: Upaya Mengisolasi Rafah dari Khan Yunis
Mengenai poros Morag—yang dinamai berdasarkan bekas permukiman ‘Israel’—Hanna menjelaskan bahwa Divisi ke-66 ditugaskan untuk beroperasi di sana dengan tujuan mengisolasi Rafah dari Khan Yunis. Ia mencatat bahwa pembantaian yang terjadi di sana termasuk dalam lingkup pekerjaan divisi ini.
Hanna menegaskan bahwa operasi-operasi ini disertai dengan perintah evakuasi dasar, seolah-olah fase berikutnya bertujuan untuk mengisolasi warga sipil dari perlawanan, dengan demikian mengepung daerah permukiman dan menangani perlawanan di setiap daerah secara terpisah, sehingga terpisah satu sama lain, mencegah perlawanan bekerja sama antara wilayah utara, tengah, dan selatan.
Perbedaan Fase Operasi
Hanna menjelaskan bahwa ada perbedaan mendasar antara fase saat ini dan fase operasi sebelumnya. Pada fase pertama, selama 15 bulan terakhir, tentara pendudukan mengadopsi prinsip “masuk, terlibat dengan perlawanan, dan kemudian mundur.” Jika ingin kembali, mereka akan mengumpulkan informasi taktis tentang perlawanan sebelum kembali dan terlibat lagi.
Ia menjelaskan bahwa pendudukan telah mengadopsi prinsip yang berbeda dalam strategi baru ini, yaitu memasuki, meminta warga sipil untuk mengungsi dari daerah tersebut, terlibat dengan perlawanan, dan kemudian tetap berada di daerah tersebut. Ia menganggap ini sebagai perbedaan utama antara fase pertama dan fase saat ini, yang dapat digambarkan sebagai fase pendudukan.
Bahaya Kembalinya Warga Sipil ke Utara Gaza
Hanna memperingatkan bahwa kembalinya warga sipil ke utara Gaza meningkatkan risiko pembantaian, berbeda dengan fase awal di mana tidak ada warga sipil di zona pertempuran.
Kementerian Kesehatan di Gaza menyatakan bahwa rumah sakit di Jalur Gaza menerima 34 orang syahid dan 113 orang terluka dalam waktu 24 jam, mengonfirmasi bahwa jumlah korban agresi telah meningkat menjadi 50.695 orang syahid dan 115.338 orang terluka sejak 7 Oktober 2023. (zarahamala/arrahmah.id)