GAZA (Arrahmah.id) — Seorang anak perempuan kembali syahid akibat kelaparan di Gaza, di tengah laporan kelangkaan total makanan dan obat-obatan. Pakar HAM PBB, Francesca Albanese, mengecam keras kebungkaman dunia atas kejahatan kelaparan yang terus dilakukan oleh penjajah “Israel”.
“Setelah 19 bulan genosida dan 60 hari tanpa sebutir beras pun masuk ke Gaza, dunia menyaksikan warga Palestina saling berebut makanan seolah-olah mereka sekadar ingin bernapas,” tulis Albanese di platform X. Ia menegaskan, “Wahai rakyat Gaza, kelaparan kalian adalah aib kami semua.”
Hari Sabtu (3/5), pihak medis di Gaza mengumumkan syahidnya Jenan Shaleh al-Skafi, seorang balita, akibat kekurangan gizi dan dehidrasi di RS Al-Rantisi, Gaza barat. Tragedi ini terjadi setelah dua bulan penuh blokade total “Israel” yang melarang masuknya bantuan makanan dan medis ke Gaza.
Korban Kelaparan Capai Puluhan Jiwa
Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan bahwa jumlah syuhada akibat kelaparan dan malnutrisi akut telah mencapai 57 orang sejak dimulainya agresi brutal “Israel”, mayoritas dari mereka adalah anak-anak, orang sakit, dan lansia.
Lembaga tersebut mengecam penggunaan makanan sebagai senjata perang oleh “Israel” dan menuntut penghentian segera atas blokade terhadap lebih dari 2,4 juta jiwa di Jalur Gaza. Blokade ini telah berlangsung selama 63 hari berturut-turut, membuat nasib jutaan penduduk berada di ujung tanduk.
Mereka juga memperingatkan bahwa angka korban dipastikan terus bertambah jika penutupan total perbatasan dan larangan masuknya bantuan kemanusiaan tidak segera dihentikan.
Laporan Dunia: Gaza di Ambang Kelumpuhan Total
Organisasi kemanusiaan internasional memperingatkan bahwa stok makanan, air, dan bahan bakar hampir habis. Oxfam melaporkan bahwa para ibu di Gaza hanya mampu memberi makan anak-anak mereka satu kali sehari. Jaringan LSM Palestina juga menyebut bahwa 70 dapur komunitas akan ditutup dalam sepekan jika bantuan tak segera masuk.
Sementara itu, Dewan Pengungsi Norwegia menyatakan bahwa produksi pangan di Gaza hampir mustahil dilakukan karena agresi udara terhadap lahan pertanian dan penyisiran brutal terhadap para nelayan. Mereka memperingatkan bahwa jika pengepungan ini terus berlangsung, ribuan jiwa akan meninggal dan sistem kemanusiaan akan runtuh sepenuhnya.
Krisis Obat Makin Parah
RS Kuwait di Rafah selatan Gaza menyampaikan peringatan keras terkait krisis obat-obatan dan makanan medis. Lebih dari 75% stok obat-obatan dasar telah habis, dan rumah sakit mengaku hanya mampu bertahan selama kurang dari sepekan jika tidak ada pasokan tambahan.
Sejak 2 Maret lalu, penjajah “Israel” menutup seluruh pintu masuk Gaza dan menolak semua bantuan, menyebabkan krisis kemanusiaan terbesar di wilayah tersebut.
Hingga kini, menurut data resmi Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 52.000 warga Palestina telah syahid sejak dimulainya agresi pada Oktober 2023. Sekitar 118.000 lainnya mengalami luka-luka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
(Samirnusa/arrahmah.id)