GAZA (Arrahmah.id) — Pemerintah penjajah “Israel” telah menyetujui rencana untuk menguasai seluruh wilayah Gaza, bertepatan dengan keputusan untuk memanggil puluhan ribu pasukan cadangan guna memperluas agresi militer di Jalur Gaza, menurut laporan media “Israel” pada Senin (5/5).
Saluran 12 “Israel” mengutip sumber dari kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menyatakan bahwa “rencana yang telah disetujui pemerintah mencakup pendudukan penuh atas Jalur Gaza.”
Disebutkan bahwa kabinet keamanan “Israel” (kabinét) menyetujui rencana untuk menduduki Gaza serta memindahkan warga Palestina dari wilayah utara ke selatan.
Kantor berita Reuters juga mengutip seorang pejabat “Israel” yang mengatakan bahwa perluasan operasi di Gaza bisa mencakup penguasaan total atas wilayah tersebut.
Sementara itu, Otoritas Penyiaran “Israel” melaporkan bahwa Dewan Keamanan yang dipimpin Netanyahu menyetujui eskalasi bertahap terhadap Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).
“Ini adalah rencana yang baik karena dapat mencapai dua tujuan: mengalahkan Hamas dan memulangkan para tawanan,” ujar Netanyahu dalam pernyataannya.
Menurut bocoran informasi, Netanyahu menambahkan bahwa “rencana ini berbeda dari sebelumnya karena kini kami berpindah dari model serangan terbatas menuju pendudukan wilayah dan menetap di dalamnya.”
Satu hari sebelumnya, Kepala Staf Militer “Israel”, Eyal Zamir, mengumumkan bahwa militer telah mulai mengeluarkan puluhan ribu surat panggilan untuk pasukan cadangan guna memperluas agresi militer ke Gaza.
Media “Israel” juga mengutip pernyataan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang mengatakan bahwa “Israel sedang berada di jalur untuk menduduki Gaza sepenuhnya.” Ia menambahkan bahwa seluruh warga Gaza bagian utara akan dipindahkan ke selatan menuju apa yang ia sebut sebagai “zona bantuan kemanusiaan” yang dikuasai militer “Israel”.
“’Israel’ akan menduduki Gaza untuk tinggal di sana. Tidak ada lagi model masuk-keluar. Ini adalah perang untuk kemenangan,” ujar Smotrich. Ia menegaskan bahwa “begitu invasi darat dimulai, tidak akan ada penarikan pasukan—bahkan jika ditukar dengan tawanan.” Ia juga menyebut bahwa “satu-satunya cara membebaskan tawanan adalah dengan menundukkan Hamas.”
Sementara itu, Zamir menyatakan bahwa “kami meningkatkan tekanan dengan dua tujuan utama: membebaskan tawanan dan mengalahkan Hamas.”
Namun, pemimpin Partai Demokratik “Israel”, Yair Golan, mengkritik langkah tersebut. Ia menyebut bahwa perluasan agresi militer bukan untuk melindungi keamanan “Israel”, melainkan demi menyelamatkan Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya.
“Militer seharusnya melindungi warga, bukan melayani kepentingan politik,” ujarnya.
Golan menegaskan bahwa “Israel” memerlukan kepemimpinan yang bijak dan bertanggung jawab, yang mampu memulangkan para tawanan tanpa mengorbankan nyawa demi kepentingan pribadi.”
Agresi darat “Israel” terhadap Gaza telah kembali dilanjutkan sejak Maret, setelah penjajah menolak melaksanakan isi gencatan senjata yang dimediasi Qatar dan Mesir serta didukung Amerika Serikat.
Saat ini, “Israel” telah menguasai hampir sepertiga wilayah Gaza, namun menghadapi tekanan internasional yang semakin kuat agar membuka kembali jalur masuk bantuan kemanusiaan, yang ditutup sejak Maret.
Sejak 7 Oktober 2023, “Israel” melancarkan perang genosida terhadap Gaza dengan dukungan penuh Amerika Serikat. Hingga kini, agresi brutal tersebut telah menewaskan lebih dari 52.000 warga Palestina—kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak—dan menyebabkan puluhan ribu lainnya luka-luka, serta menghancurkan seluruh wilayah Gaza. Penduduk Gaza juga mengalami pengungsian massal dan kelaparan akut akibat blokade penuh oleh penjajah.
(Samirmusa/arrahmah.id)