GAZA (Arrahmah.id) – Citra satelit terbaru menunjukkan bahwa militer ‘Israel’ baru-baru ini mulai meratakan lahan di wilayah Rafah, Gaza selatan, serta memperluas Jalur Militer Morag, berbarengan dengan pernyataan resmi ‘Israel’ soal pembangunan “zona distribusi bantuan”, rencana yang dikecam keras oleh PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional.
Lahan yang diratakan itu berjarak sekitar 470 meter dari pantai Kota Rafah dan hanya sekitar 300 meter dari Rumah Sakit Umum Hamad bin Jassim.
Luas area yang sedang dipersiapkan itu mencapai 375 meter lebar dan 220 meter panjang, berdasarkan citra satelit yang diambil antara 27 April hingga 3 Mei lalu.
Gambar-gambar tersebut juga menunjukkan bahwa Jalur Militer Morag, yang terletak di utara Rafah, telah diperluas hingga hampir 9,9 kilometer. Jalur ini membentang dari daerah perbatasan Kerem Shalom di timur hingga ke Tel al-Sultan di barat Rafah.
Media ‘Israel’ sebelumnya melaporkan bahwa militer mulai membangun apa yang mereka sebut “zona kemanusiaan” antara Jalur Morag dan Rafah sejak akhir April, dengan tujuan menampung warga Palestina yang mengungsi dan memasukkan bantuan ke Gaza lewat kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat.
Jalur Militer Morag kini memisahkan dua kota besar di Gaza selatan: Khan Yunis dan Rafah.
Sementara itu, pada Senin (5/5/2025), militer ‘Israel’ mengumumkan bahwa mereka sedang mempersiapkan “operasi militer besar-besaran” yang mencakup pemindahan penduduk ke wilayah selatan Gaza dan pengerahan pasukan cadangan. Pernyataan ini muncul setelah laporan media ‘Israel’ menyebutkan bahwa kabinet keamanan telah menyetujui rencana untuk memperluas perang, termasuk kemungkinan pendudukan penuh atas seluruh wilayah Gaza.
‘Israel’ sendiri telah menutup akses makanan dan obat-obatan ke Gaza sejak 2 Maret lalu, dan terus melancarkan serangan mematikan yang oleh banyak pakar internasional digambarkan sebagai perang genosida. Hal ini terjadi setelah ‘Israel’ menarik diri dari kesepakatan gencatan senjata yang diteken pada Januari lalu.
PBB kemarin juga menolak skema distribusi bantuan yang diajukan ‘Israel’. Menurut juru bicara Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) untuk Gaza, Olga Cherevko, mekanisme tersebut “tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan internasional”.
Ia menekankan bahwa “memberikan kontrol operasional lebih besar kepada salah satu pihak dalam konflik justru membahayakan distribusi bantuan, terutama bagi mereka yang paling membutuhkannya.”
Tim Kemanusiaan Internasional untuk Wilayah Pendudukan Palestina yang dipimpin oleh Koordinator Kemanusiaan PBB dan terdiri atas perwakilan badan-badan PBB serta LSM lokal dan internasional, juga menolak rencana ‘Israel’ itu dalam pernyataan yang dirilis Ahad (4/5).
Menurut mereka, pejabat ‘Israel’ secara aktif berupaya menghentikan sistem distribusi bantuan yang selama ini dijalankan oleh PBB dan mitranya.
Dalam pernyataannya, tim kemanusiaan itu menegaskan bahwa rencana baru ‘Israel’ “bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan internasional. Rencana ini berbahaya, memaksa warga sipil datang ke zona militer demi mendapatkan makanan, dan membahayakan nyawa, termasuk para pekerja kemanusiaan. Ini juga memperkuat praktik pengusiran paksa secara sistematis.” (zarahamala/arrahmah.id)