Ekonom Kritik MBG Tetap Jalan Saat Libur Sekolah: Dinilai Tak Logis dan Berpotensi Hamburkan Rp7,9 Triliun

Ameera
Selasa, 23 Desember 2025 / 3 Rajab 1447 16:25
Ekonom Kritik MBG Tetap Jalan Saat Libur Sekolah: Dinilai Tak Logis dan Berpotensi Hamburkan Rp7,9 Triliun
Ekonom Kritik MBG Tetap Jalan Saat Libur Sekolah: Dinilai Tak Logis dan Berpotensi Hamburkan Rp7,9 Triliun

JAKARTA (Arrahmah.id) — Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, mengkritik kebijakan pemerintah yang tetap menjalankan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) selama masa libur sekolah.

Ia menilai kebijakan tersebut tidak logis dan berpotensi menghamburkan anggaran negara dalam jumlah besar.

“Publik patut bertanya, apa manfaat MBG bagi siswa ketika tidak ada kegiatan belajar mengajar?” ujar Nailul dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (23/12/2025).

Nailul mengungkapkan setidaknya terdapat tiga persoalan utama dari pelaksanaan MBG di masa libur sekolah.

Pertama, dari sisi anggaran negara. Hingga Desember 2025, tercatat sebanyak 17.555 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi. Dengan asumsi setiap SPPG memproduksi 3.000 porsi makanan per hari selama liburan, maka diperkirakan sekitar 526,65 juta porsi MBG tetap diproduksi.

Dengan harga rata-rata Rp15.000 per porsi, Nailul menghitung anggaran yang terserap selama masa libur sekolah mencapai sekitar Rp7,9 triliun.

Menurutnya, dana sebesar itu seharusnya bisa dialihkan sementara untuk membantu masyarakat di wilayah yang sedang mengalami kesulitan, seperti Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

“Apakah tidak lebih bijak jika anggaran sebesar itu dialihkan sementara untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana dan kesulitan ekonomi?” katanya.

Selain itu, Nailul menyoroti potensi keuntungan yang diperoleh pengelola dapur MBG.

Dengan estimasi laba sekitar 13,33 persen atau Rp2.000 per porsi, ia memperkirakan sekitar Rp1 triliun berpotensi masuk ke kantong pengusaha SPPG selama masa libur sekolah.

“Pertanyaannya, siapa pemilik SPPG ini? Jangan sampai yang menikmati justru kroni pemerintah,” ujar Nailul.

Kritik kedua berkaitan dengan kualitas makanan MBG selama liburan. Ia menilai skema pembagian makanan secara dirapel mendorong penggunaan produk makanan kemasan seperti biskuit, snack ringan, susu, dan roti.

Menurutnya, sebagian besar produk tersebut diproduksi oleh perusahaan besar, bukan pelaku usaha mikro dan kecil.

“Uang triliunan rupiah justru mengalir ke konglomerat, bukan ke pedagang sayur di pasar atau petani di daerah,” katanya.

Catatan ketiga menyangkut tujuan awal MBG untuk membentuk pola makan sehat pada anak.

Nailul mempertanyakan apakah makanan kemasan yang dibagikan selama libur sekolah memiliki nilai gizi setara dengan menu MBG saat hari sekolah, yang biasanya terdiri dari sayur, protein, karbohidrat, dan vitamin.

“Apakah makanan kemasan itu setara gizinya?” ujarnya.

Menurut Nailul, masa libur sekolah seharusnya dimanfaatkan sebagai momentum evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG.

Ia meminta pemerintah tidak memaksakan keberlanjutan program jika manfaatnya bagi anak tidak optimal.

“Jangan sampai libur sekolah justru dijadikan waktu untuk mempercepat balik modal pemilik SPPG,” tegasnya.

Meski demikian, Nailul menegaskan bahwa dirinya tidak menolak tujuan Program Makan Bergizi Gratis sebagai program prioritas pemerintah.

Namun, ia menilai alokasi anggaran harus disesuaikan dengan kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak.

“Tujuannya baik, tapi kebijakannya harus rasional dan sensitif terhadap kondisi di lapangan,” pungkasnya.

(ameera/arrahmah.id)

Headlinelibur sekolahKritik MBG