GAZA (Arrahmah.id) – ‘Israel’ tidak akan terlibat langsung dalam distribusi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, namun akan mengambil bagian dalam “penyediaan keamanan,” demikian disampaikan Duta Besar AS untuk ‘Israel’, Mike Huckabee, dalam konferensi pers pada Jumat (9/5/2025).
“Israel akan terlibat dalam penyediaan keamanan militer yang diperlukan karena ini adalah zona perang, tetapi mereka tidak akan terlibat dalam distribusi makanan atau pengiriman makanan ke Gaza,” ujar Huckabee, sebagaimana dikutip oleh kantor berita Reuters.
Sejak 2 Maret, otoritas ‘Israel’ telah memblokir seluruh bantuan masuk ke Gaza, termasuk air, makanan, dan pasokan medis, memperparah situasi kemanusiaan yang sudah sangat kritis.
Huckabee juga menegaskan bahwa penyaluran bantuan “tidak bergantung pada hal lain selain kemampuan kami untuk mengirimkan makanan ke Gaza,” menjawab pertanyaan apakah pengiriman bantuan ini terkait dengan perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan ‘Israel’. Ia menambahkan bahwa keamanan di pusat distribusi akan diawasi oleh “keamanan swasta.”
‘Zona Distribusi’
Sementara itu, menurut laporan New York Times, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pemerintah AS tengah bekerja sama dengan ‘Israel’ untuk merancang rencana baru pengiriman bantuan ke Gaza. Namun, rencana ini ditolak oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi bantuan kemanusiaan karena dianggap melanggar “prinsip-prinsip kemanusiaan yang mendasar.”
Mengutip dua pejabat ‘Israel’ dan seorang diplomat PBB, surat kabar tersebut melaporkan bahwa rencana ini belum final, namun intinya adalah membentuk beberapa “zona distribusi” yang masing-masing akan melayani ratusan ribu warga Palestina.
Disebutkan bahwa tentara ‘Israel’ akan ditempatkan di luar perimeter zona tersebut, agar para pekerja bantuan bisa mendistribusikan makanan tanpa keterlibatan langsung militer ‘Israel’.
Dampak terhadap yang Paling Rentan
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menyatakan bahwa desain dari rencana ini berarti sebagian besar wilayah Gaza, termasuk mereka yang kurang mampu bergerak dan kelompok paling rentan, tidak akan mendapat bantuan.
“Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dasar dan tampaknya dirancang untuk memperkuat kontrol terhadap barang-barang vital sebagai alat tekanan, bagian dari strategi militer. Ini berbahaya, memaksa warga sipil masuk ke zona militer untuk mengambil jatah makanan, membahayakan nyawa mereka, termasuk para pekerja kemanusiaan, dan semakin memperkuat pemindahan paksa,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dan Koordinator Bantuan Darurat juga menyatakan bahwa mereka tidak akan berpartisipasi dalam skema apa pun yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan global: kemanusiaan, ketidakberpihakan, independensi, dan netralitas.
Alat Pemindahan Paksa?
Masih menurut New York Times, PBB dan pihak lainnya menyuarakan kekhawatiran bahwa rencana ini dapat memaksa warga sipil berinteraksi secara rutin dengan tentara ‘Israel’, yang berisiko tinggi menyebabkan penahanan dan interogasi.
Sebuah dokumen internal PBB bahkan menyebut bahwa proyek ini bisa menjadi “cara terselubung” untuk memaksa warga sipil meninggalkan wilayah utara Gaza. Menurut para pejabat ‘Israel’ yang dikutip, lokasi distribusi bantuan kemungkinan besar akan dibangun di Gaza bagian selatan, yang akan memaksa warga sipil meninggalkan utara demi mengakses makanan.
Badan Bantuan Baru Dibentuk
Washington Post melaporkan pada Kamis (8/5) bahwa sebuah organisasi payung bernama Gaza Humanitarian Foundation, yang dibentuk oleh sejumlah pemerintah dan entitas tidak disebutkan, akan mengelola rencana ini.
Menurut laporan, fase awal akan mencakup empat lokasi distribusi yang masing-masing melayani 300.000 orang, dengan target menjangkau 1,2 juta warga Gaza pada tahap awal dan berkembang hingga lebih dari 2 juta. Organisasi itu mengklaim bahwa tentara ‘Israel’ tidak akan berada di dekat lokasi distribusi.
Namun, organisasi bantuan dan pihak-pihak yang mengetahui rencana tersebut menyatakan bahwa skala dan kondisi yang digambarkan sangat berbeda dengan informasi yang mereka terima. Fase awal hanya akan melayani kurang dari 200.000 orang dan hanya mencakup wilayah Gaza selatan, tempat di mana ‘Israel’ berencana memindahkan sebagian besar dari lebih dari 2 juta penduduk Gaza.
Seorang sumber mengatakan kepada Washington Post, “Ini bukan uji coba. Memang di situlah populasi Gaza akan diarahkan.” (zarahamala/arrahmah.id)