Memuat...

Syahid Bersama Istri dan Tiga Anak, Kakak Ungkap Wajah Lain Abu Ubaidah di Balik Topeng

Samir Musa
Selasa, 30 Desember 2025 / 10 Rajab 1447 07:16
Syahid Bersama Istri dan Tiga Anak, Kakak Ungkap Wajah Lain Abu Ubaidah di Balik Topeng
Usaid Al-Kahlout, kakak dari juru bicara militer Brigade Izzuddin Al-Qassam.

GAZA (Arrahmah.id) - Gaza kembali berduka sekaligus berbangga. Sosok yang selama ini dikenal dunia lewat suara tegas dan pernyataan-pernyataan militernya, kini hadir dalam potret yang lebih manusiawi. Usaid Al-Kahlout, kakak dari juru bicara militer Brigade Izzuddin Al-Qassam, Hudzaifah Samir Abdullah Al-Kahlout—yang dikenal sebagai Abu Ubaidah—mengungkapkan sisi personal dan keseharian sang syahid yang selama ini tersembunyi di balik topeng dan anonimitas.

Dalam keterangannya kepada Al Jazeera Mubasher, Usaid mengatakan bahwa kabar syahidnya Abu Ubaidah mengguncang Gaza dengan rasa kehilangan mendalam, namun juga disertai kebanggaan besar. Ia menyebut adiknya sebagai “juru bicara militer umat”, suara yang menggema membawa pesan kehormatan dan hak, bukan hanya bagi satu keluarga, melainkan bagi seluruh rakyat Palestina dan para pendukung perlawanan.

“Ini bukan duka satu rumah, tetapi duka sebuah bangsa,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa Abu Ubaidah adalah simbol satu generasi pejuang yang meyakini bahwa perjuangan tidak berhenti pada satu sosok, karena selalu akan ada generasi yang melanjutkan estafet perlawanan.

Di balik peran militernya, Usaid menggambarkan Abu Ubaidah—yang memiliki kunyah asli Abu Ibrahim—sebagai pribadi yang tenang, wara’, dan sangat lekat dengan Al-Qur’an. Sejak kecil ia telah menghafal Al-Qur’an dan menjadikan rumahnya sebagai madrasah Qur’ani.

Putra sulungnya telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an, sementara dua putrinya, Liyan dan Minnatullah, menghafalnya di tengah perang dan gempuran, sebuah gambaran keteguhan iman di bawah hujan bom dan kepungan.

Ia juga dikenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, suami dan ayah yang penuh kasih, serta sosok yang menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai rujukan dalam menasihati dan membimbing keluarganya, bahkan dalam urusan-urusan kecil kehidupan sehari-hari.

Menanggapi ancaman pembunuhan yang berulang kali dilontarkan oleh “Israel”, Usaid menuturkan bahwa Abu Ubaidah sejak awal telah menyadari jalan yang dipilihnya hanya berujung pada dua kemungkinan: menang atau syahid. Ungkapan itulah yang kerap ia ulangi di akhir pidato-pidatonya.

Kesadaran tersebut, menurutnya, tidak melahirkan rasa takut, melainkan justru menguatkan tekad untuk terus menjalankan apa yang diyakininya sebagai kewajiban, mengikuti jejak para pemimpin perlawanan yang lebih dahulu gugur.

Usaid menambahkan bahwa pesan-pesan Abu Ubaidah tidak pernah terbatas pada Gaza atau Palestina semata. Ia berbicara kepada umat Arab dan Islam seluruhnya, karena meyakini bahwa pertempuran yang terjadi menyentuh akidah, Al-Quds, dan Masjid Al-Aqsha.

Ia memandang darah yang tertumpah di Gaza sebagai bagian dari pembelaan terhadap tempat suci umat Islam dan berharap adanya respons umat yang lebih luas, baik secara rakyat maupun resmi, khususnya menjelang pidato-pidato terakhirnya.

Dalam pengakuan paling memilukan, Usaid mengungkapkan bahwa Abu Ubaidah syahid bersama istrinya dan tiga orang anaknya pada hari yang sama. Hanya putra sulungnya, Ibrahim, yang selamat. Adapun rincian lainnya, ia serahkan kepada pihak-pihak terkait.

Dengan kesyahidan itu, Abu Ubaidah meninggalkan jejak yang tidak hanya berupa simbol militer, tetapi juga kisah seorang ayah, suami, dan hamba Allah yang hidup bersama Al-Qur’an hingga akhir hayatnya. Sebuah kisah yang membuat suaranya terus bergema, bahkan setelah ia berpulang.

(Samirmusa/arrahmah.id)

HeadlinehamasPalestinaGazaabu ubaidah