GAZA (Arrahmah.id) - Untuk pertama kalinya sejak kemunculannya di panggung perlawanan Palestina, tabir identitas sang juru bicara legendaris Brigade Izzuddin Al-Qassam akhirnya tersingkap.
Secara resmi, Brigade Izzuddin Al-Qassam pada Senin mengumumkan kesyahidan Abu Ubaidah, sosok bertopeng yang selama dua tahun terakhir menjadi wajah, suara, dan denyut informasi perlawanan Palestina dalam Thufan Al-Aqsha. Dunia mengenalnya sebagai suara tegas yang nyaris setiap hari menyampaikan perkembangan medan tempur dan pesan perlawanan kepada umat.
Dalam pernyataannya, Al-Qassam menggambarkan Abu Ubaidah sebagai “suara umat yang menggelegar, lelaki prinsip dan sikap, denyut Palestina, Al-Aqsha, rakyatnya, para mujahidnya, serta pemimpin media Al-Qassam yang meninggalkan pengaruh besar di hati umat.”
1. Identitas Asli Abu Ubaidah Akhirnya Terungkap
Untuk pertama kalinya, Brigade Al-Qassam mengungkap nama asli juru bicaranya. Abu Ubaidah bernama Hudzaifah Samir Abdullah Al-Kahlout, dengan kuniyah Abu Ibrahim.
Selama bertahun-tahun, identitasnya dirahasiakan ketat karena ia masuk dalam daftar buruan dan target pembunuhan “Israel”. Bersamaan dengan pengumuman syahidnya, Al-Qassam juga merilis foto Abu Ubaidah tanpa penutup wajah untuk pertama kalinya.
2. Kapan dan Bagaimana Abu Ubaidah Gugur?
Dalam pernyataan resmi Hamas, Abu Ubaidah dinyatakan syahid akibat serangan udara Zionis yang keji, setelah memimpin media Al-Qassam dengan penuh keteguhan dan profesionalisme. Ia bersama rekan-rekannya berhasil menyampaikan kepada dunia realitas Thufan Al-Aqsha dan kepahlawanan para mujahid Gaza yang menggetarkan musuh dan kawan.
Pernyataan tersebut tidak merinci tanggal pasti serangan. Namun, pihak “Israel” sebelumnya mengklaim telah membunuh Abu Ubaidah dalam serangan udara di Gaza pada 30 Agustus lalu. Saat itu, Hamas tidak mengonfirmasi maupun membantah klaim tersebut.
3. Gugur Bersama Keluarga
Hamas menegaskan bahwa Abu Ubaidah gugur bersama istri dan anak-anaknya dalam serangan yang sama.
“Ia mencapai akhir yang ia dambakan, tetap teguh di jalan jihad hingga Allah memilihnya dalam pertempuran Thufan Al-Aqsha, setelah kehidupan yang sarat pengorbanan, kesabaran, dan ribath di tanah Gaza yang mulia,” demikian pernyataan Hamas.
4. Rekam Jejak Jihad Selama Dua Dekade
Brigade Al-Qassam menyebut rekam jejak jihad Abu Ubaidah membentang selama lebih dari 20 tahun, masa yang ia habiskan untuk melemahkan musuh dan menguatkan hati kaum beriman.
Ia pertama kali tampil ke publik pada 25 Juni 2006, saat mengumumkan operasi Al-Wahm Al-Mutabaddid yang menewaskan dua tentara Zionis dan menawan prajurit “Israel”, Gilad Shalit.
Sejak itu, Abu Ubaidah menjadi figur sentral media perlawanan. Ia dikenal selalu hadir dalam konferensi pers tanpa pernah menampakkan wajahnya, hingga resmi menjabat juru bicara Al-Qassam pasca-2006.
Popularitas dan pengaruhnya meningkat tajam setelah Thufan Al-Aqsha meletus pada 7 Oktober 2023, ketika perlawanan Palestina menyerang basis militer dan permukiman Zionis. Selama dua tahun terakhir, Abu Ubaidah hampir setiap hari menyampaikan laporan medan tempur kepada dunia.
5. Asal-usul dan Tempat Tinggal
Sejumlah informasi menyebut Abu Ubaidah berasal dari desa Na’lia di wilayah Gaza yang diduduki pada 1948. Ia kemudian menetap di Jabalia, Gaza bagian utara.
Rumahnya beberapa kali menjadi sasaran pemboman “Israel”, termasuk pada agresi 2008, 2012, 2014, dan kembali dihantam selama Thufan Al-Aqsha.
6. Latar Belakang Ilmiah dan Kepribadian
Menurut sejumlah bocoran, Abu Ubaidah meraih gelar magister pada 2013 dari Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Gaza dengan tesis bertema “Tanah Suci dalam Perspektif Yahudi, Kristen, dan Islam”. Ia juga disebut tengah mempersiapkan disertasi doktoral di bidang yang sama.
Abu Ubaidah dikenal memiliki kemampuan komunikasi yang sangat kuat. Aura misterius, busana khas, intonasi suara, dan bahasa tubuhnya membentuk karisma tersendiri. Ia menyampaikan informasi militer dan politik dengan ringkas, presisi, tenang, dan penuh wibawa—tanpa emosi berlebihan.
Syahidnya Abu Ubaidah bukanlah akhir dari suara perlawanan, melainkan penegasan bahwa kata, sikap, dan jihad yang lahir dari keikhlasan akan terus hidup, bahkan setelah pemiliknya gugur di jalan Allah.
(Sanurmusa/arrahmah.id)
