Memuat...

Dari Freeport ke Nikel dan Rare Earth, AS Perluas Cengkeraman Mineral Kritis lewat Kesepakatan Tarif

Ameera
Sabtu, 27 Desember 2025 / 7 Rajab 1447 17:57
Dari Freeport ke Nikel dan Rare Earth, AS Perluas Cengkeraman Mineral Kritis lewat Kesepakatan Tarif
Dari Freeport ke Nikel dan Rare Earth, AS Perluas Cengkeraman Mineral Kritis lewat Kesepakatan Tarif

JAKARTA (Arrahmah.id) - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) telah melakukan pembicaraan dengan pihak Amerika Serikat (AS) terkait akses terhadap tambang mineral kritis (critical mineral).

Pembahasan tersebut menjadi bagian dari negosiasi kebijakan tarif resiprokal nol persen untuk sejumlah komoditas sumber daya alam (SDA) Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pembahasan telah berjalan secara intensif melalui skema kerja sama bisnis antarperusahaan.

“Tentu yang critical mineral sudah ada pembicaraan Danantara dengan badan ekspornya di Amerika, dan juga ada beberapa perusahaan Amerika yang sudah berbicara dengan perusahaan critical mineral di Indonesia. Jadi itu akses terhadap critical mineral yang disediakan oleh pemerintah,” ujar Airlangga di Jakarta, Jumat (26/12/2025).

Menurut Airlangga, peran BPI Danantara bersifat business to business (B2B). Lembaga tersebut menjadi fasilitator dan jembatan antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan AS yang berminat mengembangkan investasi di sektor mineral kritis.

Ia menegaskan, keterlibatan Amerika Serikat di sektor mineral Indonesia bukanlah hal baru. Sebagai contoh, kerja sama pengelolaan tembaga melalui Freeport-McMoRan telah berlangsung sejak 1967.

Selain tembaga, AS juga mengincar sejumlah mineral strategis lain, seperti nikel, bauksit, dan logam tanah jarang (rare earth).

Untuk nikel, Indonesia telah lama menjadi basis operasi perusahaan multinasional seperti PT Vale Indonesia Tbk sejak 1970-an.

Sementara untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik, sejumlah perusahaan otomotif Amerika seperti Ford Motor Company dan Tesla juga telah menjalin kerja sama dengan Indonesia.

Adapun pengembangan mineral rare earth saat ini masih dalam tahap pengembangan dan merupakan produk sampingan dari pengelolaan timah.

Airlangga mengakui, kebutuhan AS terhadap mineral kritis sangat besar untuk mendukung berbagai sektor strategis, mulai dari industri otomotif, penerbangan, hingga peralatan pertahanan dan militer.

Pemerintah Indonesia menargetkan kesepakatan tarif resiprokal dengan AS dapat dituntaskan dan ditandatangani pada akhir Januari 2026 oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump.

Seluruh substansi dalam dokumen Perjanjian Tarif Resiprokal atau Agreement on Reciprocal Trade (ART) disebut telah disepakati secara prinsip oleh kedua negara, dan kini memasuki tahap legal drafting serta penyelarasan bahasa.

“Pada minggu kedua Januari 2026, tim teknis Indonesia dan Amerika Serikat akan melanjutkan pertemuan untuk legal drafting serta cleanup dokumen, yang ditargetkan selesai dalam satu minggu, sekitar tanggal 12 sampai 19 Januari,” jelas Airlangga dalam konferensi pers daring sebelumnya.

Dari hasil pertemuan dengan Perwakilan Dagang AS (USTR), Airlangga menyebut AS telah membuka peluang luas untuk pengecualian tarif sejumlah produk unggulan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit (CPO), kakao, dan kopi.

Ke depan, pemerintah berharap cakupan tarif nol persen dapat diperluas, meski saat ini fokus masih pada komoditas berbasis sumber daya alam tropis.

(ameera/arrahmah.id)

HeadlineMineral Kritis