PARIS (Arrahmah.id) — Presiden Suriah Ahmad asy Syaraa temui Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Rabu (7/5/2025) dalam lawatan pertamanya ke Eropa sejak penggulingan Bashar al-Assad pada bulan Desember.
Dillansir Reuters (7/5), kedua pemimpin membahas cara memastikan kedaulatan dan keamanan Suriah, penanganan minoritas Alawite dan Druze, upaya kontraterorisme terhadap kelompok militan Islamic state (ISIS), dan koordinasi bantuan dan dukungan ekonomi, termasuk pelonggaran sanksi, kata pejabat Prancis.
Kunjungan tersebut menandai dorongan diplomatik bagi Syaraa dari kekuatan Barat di saat Amerika Serikat menolak mengakui entitas mana pun sebagai pemerintah Suriah dan tetap memberlakukan sanksi.
“Kami tidak menulis cek kosong dan kami akan menghakimi (dia) berdasarkan tindakan,” Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan kepada saluran TV TF1 (7/5).
Ia menambahkan bahwa Paris ingin memastikan bahwa Suriah berfokus pada upaya memerangi impunitas untuk mengurangi kekerasan sektarian dan keterlibatan penuhnya dalam menangani militan ISIS.
“Jika Suriah runtuh hari ini, itu seperti menggelar karpet merah untuk ISIS,” kata Barrot.
Prancis pada dasarnya menyambut baik kejatuhan Assad dan semakin meningkatkan hubungan dengan otoritas transisi Syaraa.
Sebelumnya Macron mengadakan pertemuan video trilateral dengan Sharaa dan Presiden Lebanon Joseph Aoun sebagai bagian dari upaya untuk meredakan ketegangan di perbatasan.
Prancis bulan lalu juga menunjuk seorang kuasa usaha di Damaskus dengan tim kecil diplomat sebagai langkah menuju pembukaan kembali kedutaannya sepenuhnya.
Prancis yakin memiliki kartu untuk dimainkan di Suriah, setelah memutuskan hubungan dengan Assad pada tahun 2012 dan setelah itu menolak untuk memulihkan hubungan dengan pemerintahannya bahkan setelah pejuang oposisi dikalahkan telak dan dikurung di kantong-kantong utara negara itu.
Prancis secara tradisional mendukung oposisi yang diasingkan secara luas dan pasukan Kurdi di Suriah timur laut, tempat Prancis telah memiliki pasukan khusus.
Selama beberapa bulan terakhir, Prancis memainkan peran perantara antara Syaraa dan Kurdi ketika Amerika Serikat mulai mengurangi kehadirannya dan pemimpin Suriah yang baru berupaya membawa kembali wilayah itu di bawah kendali terpusat dari Damaskus. (hanoum/arrahmah.id)