(Arrahmah.id) – Jubir Al_Qassam Abu Ubaidah mengumumkan syahidnya Jenderal Muhammad Diyab Ibrahim alias Jenderal Dheif dan para petinggi Al Qassam lainnya.
Berikut para panglima tertinggi militer Al Qassam yang syahid:
Muhammad Dheif (Panglima Al Qassam)
Marwan Isa (Wakil panglima)
Raid Saad (Kepala bagian produksi)
Muhammad As Sinwar (Kepala bagian operasi)
Muhammad Audah (Kepala intelijen)
Raid Tsabit (Kepala bagian SDM)
Ghazi Abu Thamma’ah (Kepala bagian persenjataan)
Ahmad Ghandur (Komandan Divisi Utara)
Izzuddin Al Haddad (Komandan Divisi Kota Gaza)
Aiman Naufal (Komandan Divisi Tengah)
Rafi’ Salamah (Komandan Divisi Khan Yunis)
Muhammad Syabanah (Komandan Divisi Rafah)
Secara khusus yang menjadi sorotan besar adalah Jenderal Dheif yang telah lama diincar oleh “Israel” dan tak pernah berhasil.
Di sisi lain, kekaguman masyarakat Palestina bahkan Arab kepada Muhammad Dheif menjadikan namanya sering disebut dalam yel-yel penyemangat.
Seperti salah satunya saat masyarakat membawa jenazah Asy Syahid Hamzah Kharyus ini, yel-yel mereka adalah, “Kami adalah pasukannya Muhammad Dheif.”
Biografi Jenderal Dheif banyak diungkap, tapi memang tak banyak yang bisa diungkap. Dia tidak pernah tinggal di suatu tempat lebih dari sehari, selalu berpindah-pindah. Inilah yang menyebabkannya disebut Dheif (tamu).
Banyak sebutan yang disematkan untuk Dheif; di antaranya yang disematkan oleh “Israel” adalah anak kematian. Karena sudah tujuh kali upaya “Israel” mencoba untuk membunuhnya tetapi ia selalu bisa lolos. Itulah mengapa ia juga disebut sebagai: pemilik 7 nyawa.
Ia dilahirkan pada tahun 1965. Usianya saat syahid tepat 60 tahun. Usia itu terbagi dua; sekira 30 tahun terakhir ia adalah orang yang selalu dicari oleh “Israel”. Sangat jarang muncul. Disebutkan dalam 20 tahun ia hanya muncul sebanyak 3 kali.
Sangat dicintai oleh rakyat Palestina, tetapi sangat ditakuti oleh “Israel”.
Suaranya sangat tenang, tetapi suara itu menghasilkan gelombang jihad yang mengejutkan seluruh dunia, terakhir adalah pengumuman Dheif untuk permulaan perang Thufan Al Aqsha,
“Kami mengumumkan dimulainya perang Thufan Al Aqsha. Wahai para mujahidin yang mulia, ini adalah hari kalian untuk kalian berikan pemahaman kepada musuh zhalim ini, bahwa waktu mereka sudah habis.”
Dheif sudah tergabung dalam aktifitas perlawanan sejak intifadhah pertama. Bergabung dengan Hamas sejak 1989. Sampai akhirnya ditangkap oleh “Israel” dan dipenjara selama 16 bulan. Setelahnya pindah ke Tepi Barat dan membuka cabang Al Qassam, sayap militer Hamas di sana. Dheif terlibat langsung dalam penyanderaan seorang tentara “Israel” bernama Nechshon Veksman dan dia yang menjadi jubir Al Qassam saat itu meminta agar tukarannya adalah tawanan Palestina salah satunya adalah guru besar Hamas Syekh Ahmad Yasin.
Pada tahun 1996 Yahya Ayyash syahid. Dheif memiliki kedekatan dengan Ayyash. Bukan Dheif jika tidak menuntut balas atas syahidnya Ayyash. Hanya berjarak 40 hari setelahnya, Dheif mendesain operasi bom syahid yang langsung mengguncang jantung “Israel” dan mengubah pemukiman mereka menjadi neraka; 60 orang terkapar mati dan puluhan lainnya luka-luka.
Sangat sedikit foto Dheif yang bisa kita dapatkan. Jenderal yang sangat menjaga kerahasiaan dengan kecerdasan tajam, kepekaan keamanan yang sangat tinggi, bahkan ia tidak menggunakan HP ataupun berbagai peralatan modern hari ini.
Dheif sebenarnya lulusan Universitas Islam Gaza, tapi ia punya hobi seni drama dan peran. Bahkan dalam salah satu dramanya ia memerankan tokoh yang diberi nama Abu Khalid, sekaligus ini merupakan sebutan untuk Dheif sampai hari ini (anak pertamanya bernama Khalid).
Inilah sang maestro pertunjukan. Dari pertunjukan drama hingga skenario jihad yang membuat “Israel” harus mendengarkan dendang kematian dan kehancuran.
Sejak ia membunuh seorang tentara “Israel” di Gaza tahun 1995, “Israel” terus memburunya. Inilah orang yang menggunakan setengah hidupnya yaitu selama 30 tahun untuk terus menghantui dan meneror “Israel”; melemparkan bara di kehidupan mereka.
Di tangan Dheif, Al Qassam menjadi lembaga militer yang terstruktur. Karenanya “Israel” habis-habisan mengejarnya dan berambisi untuk membunuhnya. Tapi selalu gagal.
Dheif sangat jarang bicara di publik dan hanya tampil sebagai manusia sketsa. Tapi “Israel” tahu persis bahwa ia adalah orang paling berbahaya. Dialah yang mengembangkan terowongan Hamas yang sangat melelahkan “Israel” hingga akhirnya “Israel” keluar dari Gaza tahun 2005. Dia juga mengembangkan produksi senjata Al Qassam.
Sebelum perang ini, “Israel” mengumumkan bahwa Dheif sudah lumpuh dan selalu menggunakan bantuan orang lain untuk bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tetapi jelas data intelijen “Israel” ini tidak valid sama sekali seperti biasa. Karena Al Qassam menyebarkan video Dheif yang berdiri tegak dan sehat memberi arahan detail tentang penyerangan beberapa hari sebelum Thufan Al Aqsha dimulai.
Dheif berhasil melahirkan para mujahid yang bergerak dalam sistem. Kesyahidannya beberapa bulan lalu juga para panglima dan komandan tinggi Al Qassam tidak membuat pasukan berhenti dan kocar kacir. Semua tetap bergerak selama berbulan-bulan setelah syahidnya mereka hingga sampai di kemenangan hari ini.
Sebelum Dheif, telah syahid para pemimpin baik politik ataupun militer. Tetapi jihad terus berlangsung dengan kekuatan dan strateginya. Menandakan kebenaran yang disampaikan oleh jubir Al Qassam Abu Ubaidah, bahwa Al Qassam tidak pernah mengalami kekosongan kepemimpinan walau hanya sesaat.
Sebenarnya, “Israel” sempat yakin bahwa mereka berhasil membunuh Jenderal Dheif, tapi kecerdasan Al Qassam adalah mereka menyembunyikan berita tersebut. Dampak positifnya adalah “Israel” menjadi ragu berpesta atas berita tersebut. Bahkan mereka akhirnya menjadi ragu sendiri.
“Israel” telah lama mencoba mencari kemenangan yang tak kunjung ditemuinya kecuali hanya halusinasi.
Karenanya “Israel” terus mencari alasan untuk mengumumkan kemenangan. Setiap pemimpin besar Hamas syahid, mereka akan membesarkan beritanya dengan klaim kemenangan.
Tapi lagi-lagi bantahan telak menghantam wajah mereka.
Karena semua yang mereka lakukan terbukti tidak berpengaruh bagi Al Qassam dan Hamas.
Kedunguan dan kebingungan menyebabkan mereka tidak pernah belajar; siasat menangkapi dan membunuhi pemimpin Hamas justru menjadi bumerang yang merugikan “Israel” sendiri dan tak pernah menggoyahkan Hamas sedikit pun apalagi menumpasnya. Sejarah yang bersaksi.
Sejak awal berdirinya pergerakan ini, penangkapan dan pembunuhan terhadap pemimpinnya sudah dilakukan “Israel”. Seperti yang terjadi pada tahun 1989, tapi patah hilang tumbuh berganti; dan sangat cepat. Tahun 2000 – 2005, “Israel” kembali melakukan siasat tersebut, korbannya tidak tanggung-tanggung; di antaranya sang murabbi dan pendiri Syekh Ahmad Yasin, juga Abdul Aziz Ar Rantisi, Ibrahim Al Maqadimah dan Ismail Abu Syanab. Tapi kembali Hamas membuktikan bahwa mereka mampu segera memilih pemimpin hebat mereka dan menata kembali bangunan pergerakannya. Bahkan lebih baik lagi.
Pada Thufan Al Aqsha ini, kepala intelijen “Israel” yang lalu Ronen Bar mengancam akan menumpas para pemimpin Hamas di mana pun mereka berada; Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Turki dan Qatar. Dan benar saja, dalam perang ini pemimpin tertinggi Hamas baik politik ataupun militer syahid; Ismail Haniyyah, Yahya Sinwar dan Shaleh Al Aruri.
Tapi semua mata di dunia menyaksikan sendiri bahwa rangkaian kejahatan itu seperti tak mampu walau hanya menggores Hamas. Sehingga bisa terlihat, perang terus berlangsung sampai pertukaran tawanan dengan strategi yang sangat canggih, matang dan mengguncang internal pemerintahan serta masyarakat “Israel”. (Rafa/arrahmah.id)