Penulis: Jovilda Nurzahrani Thufailah
(Pegiat Dakwah)
Situasi kekerasan seksual di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat mengkhawatirkan, bahkan sudah mencapai tahap darurat. Berbagai kasus menunjukkan bahwa kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang dari beragam profesi dan status sosial. Mulai dari akademisi, tenaga medis, tokoh agama, aparat keamanan hingga anggota keluarga korban sendiri. Contohnya, ada profesor yang melakukan pelecehan pada mahasiswinya, dokter kepada pasiennya, polisi kepada orang yang ditahan, hingga ayah dan seorang kakek kepada anak dan cucunya sendiri.
Statistik dan Fakta Mencengangkan
Data resmi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat 5.949 kasus kekerasan seksual hingga April 2025. Komnas Perempuan bahkan melaporkan lonjakan lebih dari 50% dibandingkan tahun 2023. Kasus ini diperkirakan hanyalah sebagian kecil dari yang sebenarnya terjadi, karena banyak korban memilih diam akibat rasa takut dan trauma yang mereka alami.
Ruang Aman Perempuan Semakin Menyempit
Kejahatan seksual terjadi bahkan di tempat yang seharusnya aman. Transportasi umum mencatat ribuan kasus, demikian pula tempat kerja yang memperlihatkan bagaimana atasan memanfaatkan posisi untuk melakukan pelecehan. Seperti yang ditemukan dalam survei oleh Gajimu.com. Tak kalah tragis, rumah sendiri, ruang praktik medis, dan institusi keagamaan pun menjadi lokasi kekerasan seksual.
Mayoritas pelaku dikenal dekat dengan korban. LPSK mencatat 70% pelaku berasal dari lingkungan sekitar korban: keluarga, guru, aparat, dll.
Akar Permasalahan: Sekularisme dan Liberalisme
Indonesia secara konstitusional bukan negara agama, sehingga sistem hukum dan kebijakan publiknya tidak selalu merujuk pada ajaran agama tertentu, meskipun Islam menjadi agama mayoritas. Dalam praktiknya, hal ini membuka peluang bagi nilai-nilai liberal seperti kebebasan berekspresi dan berperilaku tanpa batasan agama yang ketat. Contohnya dapat dilihat dari mudahnya akses terhadap konten pornografi secara daring, maraknya gaya hidup pergaulan bebas di kalangan remaja, serta dominasi iklan dan media hiburan yang menampilkan tubuh perempuan secara seksual untuk menarik perhatian dan keuntungan bisnis. Fenomena-fenomena ini secara tidak langsung membentuk budaya yang melihat perempuan sebagai komoditas, bukan individu yang bermartabat.
Ironisnya, hukum yang ada seringkali tumpul menghadapi pelaku. Banyak korban takut melapor karena trauma atau ancaman, sementara pelaku hanya mendapat hukuman ringan atau diselesaikan “secara damai”.
Solusi Islam: Menjaga dan Melindungi Perempuan
Islam bukan sekadar agama yang mengatur ibadah, tetapi juga memberikan panduan lengkap dalam sebuah kehidupan. Islam menghargai perempuan dan menekankan bahwa semua orang itu setara dalam hal perbuatan baik dan ketakwaan. Allah Swt berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barang siapa yang beriman dan melakukan perbuatan baik, baik laki-laki maupun perempuan, pasti akan Kami anugerahi kehidupan yang penuh dengan kebaikan.” (QS. An-Nahl: 97)
Langkah Preventif Islam
- Menutup aurat dan menjaga pandangan QS. An-Nur ayat 30- 31 menjelaskan kewajiban menundukkan pandangan dan menutup aurat. Nabi bersabda:
“Pandangan adalah anak panah beracun dari panah iblis. Seseorang yang menjaga pandangannya karena takut kepada Allah maka akan merasakan kenikmatan iman yang tumbuh dalam hatinya.” (HR. Al-Hakim)
- Kewajiban berpakaian syar’i: perempuan wajib mengenakan jilbab dan khimar QS. Al-Ahzab: 59, dan An-Nur: 31 menjelaskan saat berada di luar rumah agar tidak mengundang syahwat.
- Larangan khalwat dan ikhtilath: Islam melarang pria dan wanita berduaan (khalwat) maupun bercampur baur (ikhtiar) tanpa kebutuhan syar’i. Nabi bersabda:
Tidaklah seorang pria berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali setan adalah yang ketiganya.” (HR. Ahmad)
- Larangan eksploitasi perempuan: Islam mengharamkan menjadikan perempuan sebagai objek hiburan atau pemasaran, seperti dalam kontes kecantikan atau sebagai penawaran dengan eksposur tubuh.
Sanksi Tegas Islam
Islam juga menetapkan sanksi keras dan tegas untuk pelaku pelecehan maupun pemerkosaan.
- Pelecehan ringan bisa dihukum takzir, cambuk, penjara, tergantung pada keputusan qadhi hakim dalam pengadilan Islam.
- Pemerkosaan lelaki lajang: 100 cambukan dan pengasingan setahun.
- Pemerkosaan lelaki menikah: hukuman rajam hingga mati.
- Jika disertasi penculikan atau penganiayaan, qadhi bisa menambahkan sanksi berat lainnya.
- Negara wajib menjamin perlindungan fisik dan psikologi korban.
Khilafah: Institusi Pelindung Nyata
Seluruh aturan di atas pada kenyataannya hanya dapat diterapkan secara sempurna dalam sistem Islam yang menyeluruh di bawah kepemimpinan Khilafah. Sistem ini datang dari Allah, bukan buatan manusia. Rasulullah bahkan telah mengisyaratkan kondisi di akhir zaman dalam hadis nya sebagai berikut:
Tidak akan binasa umat ini sampai seorang pria menggauli wanita di tengah jalan, dan orang terbaik saat itu hanya berkata, ‘Alangkah baiknya kalau engkau menutupi wanita itu di balik tembok ini.” (HR. Abu Ya’la)
Jadi maraknya kekerasan seksual adalah akibat sistem kufur sekuler yang membuka jalan bagi maksiat dan eksploitasi. Maka dari itu, satu-satunya solusi yang nyata dan menyeluruh adalah dengan kembali menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam institusi pemerintahan Islam. Inilah satu-satunya cara menjaga kehormatan dan keselamatan perempuan secara hak.
Wallahu a’lam bis shawwab