WASHINGTON (Arrahmah.id) – Utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, pada Sabtu (31/5) menyatakan bahwa balasan yang diterimanya dari Gerakan Perlawanan Islam Hamas atas usulan gencatan senjata di Gaza adalah “tidak dapat diterima sama sekali”. Pernyataan itu disampaikan setelah Hamas mengumumkan telah menyerahkan tanggapan resmi kepada para mediator demi mencapai gencatan senjata permanen.
“Saya telah menerima tanggapan Hamas atas usulan Amerika Serikat, dan itu benar-benar tidak dapat diterima. Itu hanya akan membuat kami mundur,” ujar Witkoff.
Ia menegaskan bahwa Hamas harus menerima “kerangka usulan yang kami ajukan sebagai dasar untuk pembicaraan lanjutan, yang dapat segera dimulai pekan depan.” Menurutnya, itu adalah “satu-satunya cara untuk menyepakati gencatan senjata selama 60 hari di mana separuh dari para sandera (‘Israel’) yang masih hidup dan separuh dari jenazah mereka akan dipulangkan.”
Witkoff menambahkan bahwa dalam kerangka kesepakatan tersebut, “dapat dilakukan negosiasi substansial secara sungguh-sungguh untuk mencapai gencatan senjata permanen.”
Pemerintah “Israel” mendukung pernyataan Witkoff. Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang saat ini menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang—menyatakan bahwa “balasan Hamas tidak dapat diterima dan justru menghambat kemajuan”.
Isi Balasan Hamas
Sebelumnya, Hamas menyatakan telah menyerahkan balasannya kepada para mediator “setelah melalui konsultasi nasional dan berdasarkan tanggung jawab kami terhadap rakyat kami dan penderitaannya.” Balasan tersebut mencakup “gencatan senjata permanen, penarikan penuh dari Jalur Gaza, serta jaminan aliran bantuan kemanusiaan ke rakyat kami di wilayah tersebut.”
Dalam pernyataan resminya, Hamas menyebut bahwa “dalam kerangka kesepakatan ini, akan dibebaskan 10 sandera (‘Israel’) yang masih hidup dan diserahkan 18 jenazah mereka, dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang akan disepakati.”
Aljazeera.net memperoleh salinan dokumen balasan tersebut, yang menyebutkan bahwa pembebasan sandera ‘Israel’ akan dilakukan dalam tiga tahap selama masa gencatan senjata 60 hari.
Sementara itu, kantor berita Reuters mengutip pernyataan pimpinan Hamas, Bassem Naim, yang menyatakan, “Kami tidak menolak usulan Tuan Witkoff. Kami menyetujui usulan tersebut sebagai dasar untuk negosiasi, namun kemudian menerima balasan dari pihak lawan yang tidak sesuai dengan satu pun poin yang telah kami sepakati.”
“Kendati demikian, kami tetap menanggapi secara positif dan bertanggung jawab. Lalu mengapa balasan ‘Israel’ dianggap sebagai satu-satunya dasar untuk negosiasi? Itu bertentangan dengan prinsip keadilan dan menunjukkan keberpihakan penuh terhadap pihak lawan,” tambah Naim.
Komentar dari “Israel”
Saluran TV Kanal 12 “Israel” mengutip sejumlah pejabat yang menyebut bahwa tanggapan Hamas adalah “upaya untuk memaksakan berakhirnya perang.”
Sementara Radio Tentara “Israel” menyatakan bahwa pernyataan Hamas “tidak menjelaskan secara tegas apakah mereka sepenuhnya menyetujui usulan Witkoff atau justru mengajukan keberatan.”
Laporan itu menyebut bahwa “pernyataan Hamas disusun dalam bahasa yang cukup samar, tanpa mengungkap syarat-syarat yang mereka ajukan untuk penyerahan 10 sandera hidup dan 18 jenazah.”
Saluran Kan milik Otoritas Penyiaran “Israel” mengutip seorang sumber yang menyebut bahwa Hamas menuntut beberapa penyesuaian terkait penghentian perang dan pembebasan tahanan dalam beberapa tahap.
Sumber tersebut menambahkan bahwa kini “Israel” harus memutuskan apakah akan melanjutkan negosiasi atau memperluas perang di Gaza.
The New York Times mengutip seorang pejabat “Israel” yang menyatakan bahwa Hamas menuntut jaminan lebih kuat bahwa gencatan senjata sementara akan menjadi jalan menuju penghentian permanen konflik.
Sikap Trump
Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS dalam wawancara dengan Fox News menyebut bahwa Presiden Donald Trump “sangat optimis kemarin tentang peluang terwujudnya gencatan senjata di Gaza.”
Ia menambahkan bahwa Presiden AS bertekad untuk terlibat dalam upaya menghentikan pembantaian di Gaza, sebagaimana ia ungkapkan.
Juru bicara tersebut juga menegaskan bahwa sikap Trump dan Menlu-nya, Marco Rubio, adalah bahwa Hamas “tidak boleh dibiarkan terus eksis.”
Di sisi lain, surat kabar Yedioth Ahronoth mengutip pernyataan sejumlah pejabat yang mengungkap bahwa Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengkritik sahabat dekatnya, Ron Dermer—yang memimpin tim perunding—karena tidak mengantisipasi “perubahan sikap Amerika terhadap ‘Israel’.”
Para pejabat itu menambahkan bahwa Netanyahu “menyatakan kekecewaannya terhadap Dermer dalam pembicaraan internal,” dan meyakini bahwa Dermer telah salah menilai kebijakan Washington terhadap “Israel”.
Sejak Oktober 2023, militer penjajah telah melancarkan perang genosida terhadap penduduk Jalur Gaza—menurut deskripsi para pakar internasional—yang telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina, melukai 124.000 lainnya, serta membuat hampir seluruh penduduk Gaza terusir dari rumah mereka di tengah kehancuran yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia Kedua.
(Samirmusa/arrahmah.id)