GAZA (Arrahmah.id) — “Israel” terus melakukan kejahatan genosida dan pembunuhan perlahan terhadap lebih dari dua juta warga Gaza dengan menerapkan blokade total selama 52 hari berturut-turut. Penutupan semua jalur bantuan kemanusiaan menyebabkan lumpuhnya sektor-sektor vital di Jalur Gaza.
Direktur Kantor Media Pemerintah di Gaza, Ismail Ats-Tsawabithah, menyatakan bahwa 2,4 juta penduduk Gaza mengalami krisis pangan akut dan bencana kemanusiaan. Lebih dari 90 persen dari mereka kini sepenuhnya bergantung pada bantuan makanan yang tak lagi bisa masuk akibat penutupan seluruh perlintasan.
Ia memperingatkan bahwa lebih dari setengah juta jiwa terancam masuk ke tahap kelaparan paling parah, sementara 50 anak telah meninggal akibat kekurangan gizi akut serta ketiadaan makanan dan obat-obatan sejak 7 Oktober 2023. Lebih dari 90 persen warga juga tidak memiliki akses terhadap air minum layak akibat rusaknya sumur air dan habisnya bahan bakar.
Menurut Euro-Med Monitor, keluarga-keluarga Gaza terpaksa mengurangi konsumsi makanan harian mereka ke batas minimum, mengandalkan makanan kaleng seadanya di tengah kelangkaan makanan segar dan bergizi. Dapur umum yang sebelumnya menjadi penopang utama kebutuhan warga juga menjadi sasaran serangan militer penjajah, memperburuk kondisi kemanusiaan.
Lembaga itu menegaskan bahwa kebijakan kelaparan yang diterapkan “Israel” merupakan salah satu bentuk genosida paling kejam dan penghancuran martabat manusia. Penjajah tak hanya melarang masuknya bantuan, tetapi juga menghancurkan sumber penghidupan rakyat, memutus jalur distribusi, dan menargetkan infrastruktur produksi.
Sementara itu, Program Pangan Dunia menyatakan bahwa keluarga-keluarga di Gaza tidak lagi tahu dari mana makanan mereka berikutnya akan datang, menggambarkan situasi darurat yang semakin parah akibat pengepungan total selama hampir dua bulan.
Anak-anak dan perempuan menjadi kelompok paling terdampak. Lebih dari satu juta anak di Gaza mengalami malnutrisi akut akibat hilangnya akses terhadap makanan bergizi dan runtuhnya sistem kesehatan. Kementerian Kesehatan Gaza juga melaporkan bahwa penjajah menghalangi masuknya vaksin polio selama 40 hari, membuat 602 ribu anak terancam lumpuh permanen dan cacat kronis.
Sebanyak 38 rumah sakit telah berhenti beroperasi akibat serangan langsung, kekurangan obat, serta tidak adanya bahan bakar. Korban luka kini hanya dirawat di sekolah-sekolah dan masjid yang dijadikan tempat penampungan darurat.
Lebih dari 90 persen warga juga tidak memperoleh air bersih karena stasiun desalinasi dan sumur air tidak berfungsi. Hal ini memicu penyebaran penyakit dan memburuknya kondisi sanitasi di wilayah terkepung.
Krisis ini terjadi di tengah pengungsian massal, di mana lebih dari 90 persen penduduk telah kehilangan tempat tinggal. Banyak dari mereka terpaksa mengungsi berkali-kali dan kini hidup di penampungan penuh sesak atau di alam terbuka tanpa perlindungan.
(Samirmusa/arrahmah.id)