TEL AVIV (Arrahmah.id) – “Israel” mengatakan pada Sabtu (21/6/2025) bahwa pihaknya telah membunuh tiga komandan Iran dalam kampanye pengeboman yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh Iran, yang diklaim oleh Menteri Luar Negeri Gideon Saar telah menunda rencana nuklir Teheran selama dua tahun.
Militer “Israel” mengklaim bahwa jet-jet tempurnya berhasil menyasar seorang pejabat tinggi Iran, Saeed Izadi, yang bertanggung jawab atas koordinasi dengan kelompok militan Palestina, Hamas, di Qom, sebelah selatan Teheran, dan mengumumkan kematian dua komandan lainnya dari Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), seperti dilaporkan AFP.
Ketika “Israel” terus menyerang fasilitas nuklir dan target militer Iran, Saar mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa menurut penilaian negara itu sendiri, “Israel” telah “menunda setidaknya selama dua atau tiga tahun kemungkinan bagi mereka untuk memiliki bom nuklir.”
“Kami akan melakukan semua yang dapat kami lakukan di sana untuk menghilangkan ancaman ini,” kata Saar kepada surat kabar Jerman, Bild, dan menegaskan bahwa serangan “Israel” akan terus berlanjut.
“Israel” dan Iran telah saling bertukar gelombang demi gelombang serangan yang menghancurkan, setelah “Israel” meluncurkan kampanye udaranya pada 13 Juni, dengan mengatakan bahwa Teheran berada di ambang pengembangan senjata nuklir -sebuah ambisi yang dibantah Iran.
“Israel” mengatakan bahwa pihaknya telah menyerang situs nuklir Isfahan Iran untuk kedua kalinya setelah angkatan udaranya mengatakan bahwa mereka juga telah meluncurkan serangan udara terhadap lokasi penyimpanan dan peluncuran rudal di Iran tengah.
Militer kemudian mengatakan bahwa mereka menyerang infrastruktur militer di barat daya Iran.
Presiden AS Donald Trump memperingatkan pada Jumat bahwa Teheran memiliki waktu “maksimum” dua minggu untuk menghindari kemungkinan serangan udara Amerika, karena Washington mempertimbangkan apakah akan bergabung dengan kampanye pengeboman “Israel” yang belum pernah terjadi sebelumnya.
‘Agresi terus berlanjut’
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi tiba di Istanbul pada Sabtu, untuk menghadiri pertemuan Organisasi Kerjasama Islam guna membahas konflik tersebut.
Para diplomat tinggi dari Inggris, Prancis dan Jerman bertemu Araghchi di Jenewa pada Jumat, dan mendesaknya untuk melanjutkan pembicaraan dengan Amerika Serikat yang sempat terhenti akibat serangan “Israel”.
Namun Araghchi mengatakan kepada NBC News setelah pertemuan tersebut bahwa “kami tidak siap untuk berunding dengan mereka (Amerika Serikat) lagi, selama agresi masih berlanjut.”
Trump meremehkan upaya diplomatik Eropa, dengan mengatakan kepada wartawan, “Iran tidak ingin berbicara dengan Eropa. Mereka ingin berbicara dengan kami. Eropa tidak akan dapat membantu dalam hal ini.”
Trump juga mengatakan bahwa ia tidak mungkin meminta “Israel” untuk menghentikan serangannya untuk mengajak Iran kembali ke meja perundingan.
“Jika ada yang menang, hal itu akan sedikit lebih sulit untuk dilakukan,” katanya.
Keterlibatan AS kemungkinan besar akan menggunakan bom penghancur bunker yang sangat kuat yang tidak dimiliki oleh negara lain untuk menghancurkan fasilitas pengayaan uranium bawah tanah di Fordo.
Sebuah LSM yang berbasis di AS, Human Rights Activists News Agency, mengatakan pada Jumat bahwa berdasarkan sumber-sumbernya dan laporan-laporan media, sedikitnya 657 orang telah terbunuh di Iran, termasuk 263 warga sipil.
Kementerian Kesehatan Iran mengatakan pada Sabtu bahwa sedikitnya 350 orang telah terbunuh dalam serangan ‘Israel”, termasuk para komandan militer, ilmuwan nuklir dan warga sipil.
Nasrin, 39 tahun, yang hanya menyebutkan nama depannya, menjelaskan bahwa ia terlempar dari sebuah ruangan di rumahnya di Teheran akibat serangan “Israel”.
“Saya baru saja menabrak dinding. Saya tidak tahu berapa lama saya tidak sadarkan diri. Ketika saya bangun, saya berlumuran darah dari ujung kepala hingga ujung kaki,” katanya kepada AFP saat ia menerima perawatan di rumah sakit Hazrat Rasool di ibu kota Iran.
(haninmazaya/arrahmah.id)