JAKARTA (Arrahmah.id) – Salah satu lembaga bimbingan belajar (bimbel) diduga terlibat dalam kasus kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2025.
Ketua Tim Penanggungjawab Panitia SNPMB 2025 Eduart menjelaskan, terdapat ribuan peserta yang dinilai sebagai anomali, di mana terdapat salah satu lembaga bimbel yang dicurigai terlibat dalam hal ini.
“(Dicurigai) Keterlibatan ada salah satu lembaga pembinaan belajar di Yogyakarta yang memobilisasi peserta,” katanya, dikutip dari Antara, Rabu (30/4/2025).
Dia menjelaskan, peserta ujian anomali tersebut dicurigai, sebab domisili, asal sekolah, kampus tujuan, dan lokasi UTBK semuanya berada di daerah yang saling berjauhan.
Dia mencontohkan, adanya peserta yang merupakan lulusan SMA di Semarang, memilih kampus tujuan di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), namun melaksanakan UTBK di Medan.
“Apakah ini salah? Tidak salah, selama memang bisa dibuktikan, tidak salah. Contoh, di Gorontalo ada yang seperti ini. Setelah kami telusuri, ternyata yang bersangkutan itu lulusan dari pondok pesantren yang ada di Jawa. Kemudian, memang setelah lulus ada satu tahun itu wajib untuk mengabdi. Nah dia mengambil pengabdian itu di Gorontalo, mengajar di Gorontalo, sehingga dia daftar di Gorontalo dan ujian di Gorontalo meskipun pilihannya ada di Jawa,” katanya.
Namun demikian, pihaknya menemukan peserta dengan data anomali serupa di lokasi lainnya, di mana peserta tersebut tidak hadir saat ujian dan kebetulan dalam waktu yang sama terdapat masalah pada komputer yang seharusnya digunakan oleh peserta tersebut.
“Ada keterlibatan jaringan yang memanfaatkan UTBK untuk kepentingan bisnis tertentu dan sebagainya. Ini disinyalir, sekali lagi ini dugaan, karena itu bukan bagian kami untuk memutuskan itu,” katanya.
Kecurigaan kepada salah satu lembaga bimbel tersebut, ujarnya, juga diperkuat dengan adanya lembaga bimbel yang masih melakukan bimbingan hingga 5 Mei 2025, di mana UTBK hanya dilaksanakan pada 23 April-3 Mei 2025.
“Padahal lazimnya kalau dulu kita bimbel yang benar itu satu minggu menjelang pelaksanaan UTBK kan selesai,” ujarnya.
Dia juga mencurigai adanya lembaga bimbel yang berani memberikan garansi 100% lulus UTBK, sebab dalam pelaksanaan UTBK kali ini lebih menekankan aspek skolastik atau penalaran dan pemahaman dasar peserta didik.
Dalam mengatasi kecurigaan ini, pihaknya tengah melakukan investigasi lebih lanjut dengan kolaborasi bersama pihak berwajib untuk memastikan apakah kasus ini harus diselesaikan dengan hukuman pidana demi memberikan efek jera.
“Semua ini nggak akan ada andaikan memang peserta UTBK dan orang tua dari peserta UTBK itu memang merasa sadar betul bahwa tes UTBK SNBT ini adalah tes yang harusnya dilalui dengan penuh kejujuran dan integritas,” ucap Eduart Wolok.
(ameera/arrahmah.id)