TEL AVIV (Arrahmah.id) — Sistem pertahanan sekaligus pencegat rudal ‘Israel’, Iron Dome, kembali kebobolan setelah beberapa serangan Iran tembus ke Tel Aviv dalam beberapa hari terakhir.
Iran menyerang ‘Israel’ usai digempur habis-habisan pasukan Zionis pada pekan lalu. Pada Sabtu (14/6/2025), media ‘Israel’, Haaretz melaporkan rudal Iran berhasil menghantam Distrik Kirya di Tel Aviv. Daerah ini dikenal sebagai markas Pasukan Pertahanan Israel dan Kementerian Pertahanan.
Insiden tersebut lalu memicu pertanyaan serius soal kemampuan sistem pertahanan udara Negeri Zionis.
Dilansir Reuters (16/6), Iran mengeklaim menggunakan metode baru dalam serangan rudal yang menghantam Tel Aviv dan Haifa.
Pasukan Garda Revolusi Iran menyatakan bahwa keberhasilan serangan tersebut dicapai melalui pendekatan taktis baru yang didesain untuk mengecoh sistem pertahanan berlapis Israel.
“Inisiatif dan kemampuan baru yang kami gunakan menyebabkan sistem pertahanan musuh saling mengganggu. Ini terjadi meski mereka didukung penuh oleh AS dan kekuatan Barat serta teknologi terbaru,” demikian pernyataan resmi Garda Revolusi.
Sumber-sumber militer Israel belum menanggapi klaim tersebut. Namun, para pejabat sebelumnya telah mengakui bahwa sistem pertahanan seperti Iron Dome tidak sepenuhnya andal dalam menghadapi serangan besar dan simultan.
Lantas bagaimana cara Iran mengkadali ‘Israel’? Berikut penjelasannya:
1. Serangan Jenuh (Saturation Attack)
Iran tidak hanya meluncurkan satu-dua rudal, melainkan dalam volume besar sekaligus.
Menurut laporan Associated Press dan The Guardian, lebih dari 270 rudal dan drone ditembakkan secara simultan ke berbagai wilayah ‘Israel’. Iron Dome, yang dirancang untuk mengintersepsi rudal jarak pendek secara selektif, tidak mampu mengatasi serangan dalam jumlah sebanyak itu.
Faktanya, Iron Dome hanya mampu menangani sejumlah target terbatas dalam satu waktu. Bila jumlah rudal musuh melebihi kapasitas peluncur dan radar, sistem tersebut menjadi kelebihan beban dan sebagian rudal musuh akan lolos dari intersepsi.
Sistem Iron Dome bergantung pada persediaan interseptor Tamir—rudal pencegat dengan biaya sekitar USD 40.000 hingga USD50.000 per unit. Jika serangan berlangsung lama, sistem ini bisa kehabisan amunisi, apalagi bila harus menembak ratusan rudal dan drone dalam waktu singkat.
2. Rudal Canggih Iran Gunakan Teknologi MaRV dan Hipersonik
Iran tidak hanya mengandalkan rudal konvensional. Mereka meluncurkan rudal balistik berpemandu seperti misil Haj Qassem dan Qassem Bassir yang dilengkapi teknologi MaRV (Maneuverable Reentry Vehicle)—mampu bermanuver di fase akhir penerbangan.
Bahkan, rudal hipersonik Fattah-1 juga diduga digunakan Iran, melesat dengan kecepatan antara Mach 13 hingga Mach 15, membuat reaksi pertahanan Iron Dome menjadi hampir mustahil.
3. Iron Dome Bukan Tandingan Rudal Balistik Jarak Menengah
Perlu diketahui pula bahwa sistem pertahanan Iron Dome bukan dirancang untuk menghadapi rudal balistik atau rudal jarak menengah. Sistem ini awalnya dikembangkan untuk melindungi wilayah Israel dari roket buatan tangan dan rudal jarak pendek seperti roket Qassam atau Katyusha.
Rudal jarak menengah seperti Haj Qassem dengan jangkauan 1.200 km jelas melewati batas teknis Iron Dome.
Untuk ancaman rudal balistik jarak menengah, Israel mengandalkan sistem lain seperti David’s Sling, Arrow 2 dan Arrow 3, serta sistem pertahanan udara THAAD milik Amerika Serikat, yang kemungkinan belum dikerahkan penuh atau tidak cukup cepat merespons serangan gelombang rudal pertama Iran. (hanoum/arrahmah.id)