GAZA (Arrahmah.id) – Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Mahmoud Mardawi, pada Ahad (23/2/2025) menyatakan bahwa gerakan tersebut tidak akan melakukan pembicaraan apa pun dengan ‘Israel’ melalui perantara (Mesir dan Qatar) mengenai langkah apa pun, sebelum pembebasan tahanan Palestina yang telah disepakati untuk dibebaskan pada Sabtu kemarin (22/2).
Mardawi menambahkan dalam pernyataan yang dipublikasikan di platform Telegram bahwa tidak akan ada pembicaraan dengan musuh melalui perantara dalam langkah apa pun sebelum pembebasan tahanan yang telah disepakati untuk dibebaskan sebagai pertukaran dengan 6 tawanan ‘Israel’ (yang dibebaskan pada Sabtu dan 4 jenazah).
Dia menambahkan, “Perantara harus memastikan musuh memenuhi kesepakatan.”
Pada Kamis dan Sabtu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menyerahkan 10 tahanan ‘Israel’, termasuk 6 yang masih hidup, kepada Komite Internasional Palang Merah untuk diserahkan ke Tel Aviv, sebagai bagian dari kesepakatan yang mewajibkan ‘Israel’ membebaskan 620 tahanan Palestina dari penjaranya.
Meskipun Hamas telah memenuhi janjinya sesuai kesepakatan, ‘Israel’ hingga kini belum membebaskan tahanan Palestina.
Pada dini hari Ahad (23/2), kantor Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan untuk menunda pembebasan tahanan Palestina akan terus berlanjut hingga dipastikan pembebasan tahap berikutnya, tanpa apa yang disebut sebagai “upacara yang merendahkan.”
Kantor Netanyahu mengklaim bahwa “Hamas sengaja merendahkan martabat tawanan dan memanfaatkan mereka untuk mempromosikan tujuan politik.”
Di sisi lain, Hamas pada Ahad (23/2) mengecam alasan ‘Israel’ bahwa upacara penyerahan tawanan bersifat merendahkan, dan menganggapnya sebagai klaim palsu dan alasan lemah yang bertujuan untuk menghindari kewajiban dalam kesepakatan pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Gaza.
Manuver ‘Israel’
Anggota Biro Politik Hamas, Izzat al-Rishq, dalam sebuah pernyataan mengatakan, “Hamas sangat mengecam keputusan pendudukan untuk menunda pembebasan tahanan Palestina. Keputusan ini sekali lagi mengungkap manuver pendudukan dan pengingkaran mereka terhadap komitmennya.”
Dia menegaskan bahwa keputusan Netanyahu mencerminkan upaya sengaja untuk menggagalkan kesepakatan, melanggar ketentuannya secara jelas, dan menunjukkan ketidakandalan pendudukan dalam memenuhi kewajibannya.
Anggota Biro Politik Hamas itu menyerukan kepada perantara dan komunitas internasional untuk mengambil tanggung jawab mereka dan menekan pendudukan untuk memenuhi kesepakatan dan membebaskan tahanan tanpa penundaan.
Pada 19 Januari lalu, tahap pertama gencatan senjata dan pertukaran tahanan dimulai, yang mencakup 3 tahap, masing-masing berlangsung 42 hari, dengan syarat negosiasi untuk tahap berikutnya sebelum menyelesaikan tahap yang sedang berjalan.
Hal ini terjadi sementara Netanyahu terus menunda memulai negosiasi tahap kedua kesepakatan, yang seharusnya dimulai pada 3 Februari ini.
Media ‘Israel’ menyebutkan bahwa Netanyahu telah berjanji kepada partai “Zionisme Religius” yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich untuk tidak melanjutkan ke tahap kedua gencatan senjata di Gaza, untuk meyakinkan mereka tetap berada dalam koalisi pemerintah dan mencegah keruntuhannya. (zarahamala/arrahmah.id)