YOGYAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Mujahidin menolak segala bentuk kompromi politik yang melegitimasi penjajahan “Israel” atas Palestina, termasuk usulan two states solution (solusi dua negara) yang kembali disuarakan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron, Rabu (28/5/2025) di Istana Merdeka.
Dalam pernyataan sikap resmi bertajuk “Solusi Kasus Palestina–‘Israel’ secara Adil, Beradab, dan Bermartabat Berlandaskan Syariah”, Majelis Mujahidin menyampaikan enam pokok pikiran syar’i sebagai dasar penolakan terhadap legalisasi penjajahan dalam bentuk apapun.
Mereka menegaskan bahwa dalam Islam tidak dikenal dosa turunan, dan kebencian kolektif terhadap seluruh rakyat di sebuah negara bertentangan dengan ajaran Islam.
Mengutip QS Al-An’am 6:164 dan QS An-Najm 53:38-39, mereka menegaskan bahwa “setiap individu bertanggung jawab atas amalnya sendiri, dan seseorang tidak menanggung dosa orang lain.”
Majelis Mujahidin juga menggarisbawahi prinsip universal Islam bahwa setiap manusia, dari bangsa dan agama apa pun, berhak hidup damai dan dilindungi selama tidak terlibat dalam kezaliman atau kejahatan. Mereka menegaskan bahwa syariah Islam bertujuan untuk menjaga agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta benda, dan bahwa kezaliman serta penjajahan adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai ini.
Menurut mereka, “kompromi politik tidak menghapuskan hak-hak fundamental,” sebagaimana tertuang dalam kaidah fiqih “at-tashâluh fî al-masâ’il as-siyâsiyyah laa yaslub al-haqq al-asâsî.”
Majelis Mujahidin juga menegaskan bahwa tanah Palestina dan Masjid Al-Aqsha adalah tanah suci milik umat Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Isra’ 17:1. Oleh sebab itu, “tidak boleh dilegitimasi untuk dirampas oleh siapa pun.”
Sebagai negara Non Blok dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia menurut mereka seharusnya tidak terjebak dalam solusi politik yang hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.
Dalam pernyataan resmi yang ditandatangani Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, M. Shobbarin Syakur, B.Sc., dan Sekretaris Ahmad Isrofiel Mardlatillah, M.A., mereka menyampaikan enam sikap resmi:
- Kompromi politik apa pun hanya bisa diterima jika tidak melegitimasi penjajahan, tidak menghapus hak rakyat Palestina atas tanah dan tempat sucinya, serta tidak melindungi pelaku kejahatan kemanusiaan dari proses hukum.
- Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada politik dua negara yang akan melegalkan penjajahan “Israel” dan mengabaikan penderitaan bangsa Palestina.
- Masjid Al-Aqsha harus tetap berada di bawah otoritas Islam.
- Negara-negara Muslim dan dunia internasional didorong untuk mengambil langkah proaktif dalam forum global dengan pendekatan damai namun tegas terhadap kezaliman dan ketidakadilan.
- Masyarakat dunia diajak untuk tidak terjebak dalam polarisasi agama, melainkan bersatu menegakkan keadilan dan kemanusiaan.
- Kepada rakyat Palestina dan warga Yahudi yang mencintai keadilan dan menolak penjajahan, Majelis Mujahidin mengajak untuk membangun masa depan damai berdasarkan hak-hak sah dan penghormatan terhadap tempat suci masing-masing.
Majelis Mujahidin mengakhiri pernyataan dengan doa agar Allah memudahkan jalan penyelesaian atas konflik Palestina–”Israel”, serta memberikan hukuman yang setimpal kepada pihak-pihak yang menindas dan berbuat zalim.
Yogyakarta, 7 Dzulhijjah 1446 H / 3 Juni 2025 M.
(Samirmusa/arrahmah.id)