GAZA (Arrahmah.id) – Hamas menuding ‘Israel’ melancarkan “kampanye psikologis” terhadap warga Palestina setelah beredarnya pesan WhatsApp yang menawarkan bantuan untuk keluar dari Jalur Gaza yang terkepung.
Pesan tersebut meminta warga di kamp pengungsi Al-Nuseirat untuk hadir dalam pertemuan pada Selasa (22/4/2025) antara pukul 9 pagi hingga 2 siang di Koridor Netzarim, serta menghubungi seseorang yang hanya dikenal sebagai “Kapten Jalal” melalui WhatsApp.
Seorang warga Palestina lainnya mengklaim bahwa keluarganya menerima pesan dari seseorang yang mengaku sebagai penduduk Gaza dan menawarkan bantuan evakuasi ke Prancis. Ia menyebutkan bahwa relokasi itu merupakan bagian dari program pemerintah Prancis untuk mendukung ilmuwan dan seniman dari zona konflik, menurut laporan Haaretz.
Pesan itu menyatakan bahwa evakuasi akan dilakukan pekan ini di bawah pengawasan pemerintah Prancis, dan bahwa ilmuwan lain serta keluarga mereka juga akan diberangkatkan. Program tersebut disebut memberi kesempatan bagi para peserta untuk melanjutkan pekerjaan ilmiah atau budaya mereka di institusi pendidikan tinggi atau riset di Prancis.
Pesan tersebut berbunyi:
“Kami sangat bersyukur atas kesempatan berharga ini yang memungkinkan kami untuk melanjutkan pekerjaan ilmiah dalam lingkungan yang aman dan stabil. Kami berharap dapat menyumbangkan pengetahuan kami kepada masyarakat lokal di Prancis, namun juga untuk kembali suatu hari nanti dan membantu membangun kembali Palestina dan Jalur Gaza.”
‘Perangkap yang dibungkus janji palsu’
Militer ‘Israel’ membantah mengetahui distribusi resmi pesan-pesan tersebut. Namun, Hamas mengecamnya sebagai bagian dari operasi psikologis yang lebih luas, yang mereka sebut sebagai taktik ‘Israel’ untuk melemahkan semangat warga Palestina, di tengah perang yang telah menewaskan lebih dari 61.700 warga Palestina.
Dalam pernyataannya, Hamas menuding ‘Israel’ menyebarkan “rumor tentang emigrasi dari Gaza ke negara-negara asing melalui Bandara Ramon” sebagai cara untuk “mengguncang keteguhan rakyat Palestina dan merusak kesadaran nasional mereka.”
Mereka menambahkan bahwa kampanye ini mencakup “dokumen palsu dan janji-janji semu,” serta memperingatkan publik agar tidak terperdaya.
“Emigrasi dari tanah air yang berada di bawah pendudukan bukanlah solusi yang aman, melainkan perangkap yang dibungkus janji-janji palsu. Palestina tidak untuk dijual, dan rakyat kami tidak akan dicabut dari akarnya,” tegas Hamas.
Mereka juga mendesak warga Palestina untuk tidak berinteraksi dengan nomor-nomor telepon yang beredar di media sosial, yang mereka klaim digunakan untuk tujuan pengumpulan intelijen.
Menanggapi hal ini, Kantor Media Pemerintah di Gaza juga mengeluarkan peringatan pada Senin lalu (21/4) agar masyarakat tidak termakan “rumor menyesatkan” mengenai rencana migrasi massal.
“Kami sedang memantau apa yang baru-baru ini beredar di beberapa platform media sosial, unggahan palsu dan informasi yang menyesatkan tentang dugaan pengaturan migrasi massal dari Jalur Gaza, yang disebut-sebut diorganisasi oleh tokoh-tokoh kontroversial bekerja sama dengan pihak luar, mempromosikan perjalanan keluarga Palestina melalui Bandara Ramon ke berbagai negara di dunia,” bunyi pernyataan tersebut.
Mereka juga menegaskan bahwa “pendudukan ‘Israel’ berada di balik unggahan-unggahan ini, yang dipromosikan oleh akun-akun palsu, jahat, atau yang telah disesatkan, atau oleh individu yang tidak memiliki informasi akurat, dengan menggunakan dokumen palsu dan formulir otorisasi hukum yang tidak sah.”
Meskipun laporan tentang warga yang meninggalkan Gaza meningkat, sumber-sumber di lapangan mengatakan bahwa jumlahnya masih dalam kisaran ribuan dan belum menunjukkan eksodus massal.
Ancaman isolasi Gaza
Hal ini terjadi setelah Menteri Keamanan ‘Israel’, Israel Katz, mengancam akan menjadikan Gaza “lebih kecil dan lebih terisolasi.” Ia juga mengatakan bahwa “selama libur Paskah Yahudi, tentara telah mengambil alih Koridor Morag, yang melintasi Jalur Gaza dari timur ke barat sejauh 12 kilometer, memisahkan kota Khan Yunis dan Rafah, sehingga menjadikan wilayah antara Koridor Philadelphi dan Morag sebagai bagian dari sabuk keamanan ‘Israel’.”
Awal bulan ini, seorang pejabat senior ‘Israel’ yang mendampingi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam kunjungan ke Hungaria mengatakan kepada wartawan bahwa ‘Israel’ tengah berdiskusi dengan sejumlah negara untuk memaksa pemindahan warga Palestina dari Gaza.
Pejabat itu menyatakan bahwa ‘Israel’ “sangat serius” dalam menerapkan rencana Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang mencakup pengusiran warga Palestina dari Gaza ke negara ketiga.
Dalam sebuah pertemuan panas di Gedung Putih, Netanyahu didorong untuk melanjutkan penghancuran Gaza demi mewujudkan visinya menjadikan wilayah tersebut sebagai “Riviera Timur Tengah”, sebuah langkah yang menuai kecaman luas karena dianggap sebagai upaya “pembersihan etnis” terhadap warga Palestina. (zarahamala/arrahmah.id)