TEPI BARAT (Arrahmah.id) – Pasukan khusus ‘Israel’ kembali melancarkan operasi mematikan di wilayah pendudukan Tepi Barat. Rayeq Abdulrahman Basharat, seorang komandan Jihad Islam Palestina (PIJ) dan mantan tahanan, dibunuh oleh pasukan ‘Israel’ di kota Tammun, selatan Tubas, pada malam hari. Jenazahnya dilaporkan disita oleh tentara ‘Israel’, tanpa dikembalikan ke keluarganya.
Setelah pembunuhan itu, militer ‘Israel’ melakukan penggerebekan besar-besaran di Tammun, menyerbu sejumlah rumah warga dan menangkap delapan warga Palestina. Di antara mereka yang ditahan adalah Murad Abu Hasib, yang disebut ‘Israel’ sebagai “buronan”. Ia mengalami luka dalam baku tembak yang terjadi saat penangkapan. Seorang tahanan lain, Abdullah Mahmoud Bani Odeh, juga dilaporkan mengalami luka-luka.
Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa seorang petugas ambulans mereka terluka oleh serpihan peluru tajam ‘Israel’, saat mencoba mengevakuasi seorang korban luka di Tammun.
Di tempat lain, pasukan ‘Israel’ menarik diri dari kota Nablus setelah operasi militer yang berlangsung selama 28 jam, yang menewaskan setidaknya dua warga Palestina dan melukai lebih dari 80 orang.
Operasi “Iron Wall” dan Kampanye Brutal di Tepi Barat
Sejak dimulainya perang ‘Israel’ di Gaza pada Oktober 2023, wilayah Tepi Barat mengalami peningkatan drastis dalam operasi militer yang menewaskan ratusan warga Palestina. Gelombang kekerasan saat ini dimulai Januari lalu, ketika ‘Israel’ meluncurkan operasi “Iron Wall” di Jenin, yang kemudian menyebar ke kota-kota dan kamp-kamp pengungsi lainnya di Tepi Barat utara.
‘Israel’ juga menghancurkan rumah-rumah, infrastruktur, dan melakukan penangkapan massal. Banyak warga Palestina menilai ini sebagai strategi untuk membuat komunitas mereka tak layak huni.
Pada Rabu (11/6/2025), tentara ‘Israel’ menghancurkan satu rumah dan 12 bangunan di wilayah Ramallah dan Salfit, dengan dalih bangunan tersebut tidak memiliki izin. Warga Palestina menyatakan bahwa mendapatkan izin bangunan hampir mustahil, sementara pemukiman ilegal ‘Israel’ terus meluas.
Menurut laporan Klub Tahanan Palestina, sebanyak 150 warga Palestina ditangkap dalam sepekan terakhir. Sebagian dari mereka dibebaskan setelah beberapa jam atau hari, namun lainnya masih ditahan tanpa kepastian.
Itamar Ben-Gvir dan Provokasi di Al-Aqsha
Di tengah meningkatnya ketegangan, Menteri Keamanan Nasional ekstremis ‘Israel’, Itamar Ben-Gvir, kembali menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsha pada Rabu (11/6). Ia didampingi oleh polisi dan anggota partainya, Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi).
Wakaf Islam Yerusalem, lembaga yang mengelola situs suci itu, mengutuk tindakan Ben-Gvir yang masuk tanpa pemberitahuan dan dengan pengawalan ketat.
Sebagai pemukim dan tokoh sayap kanan, Ben-Gvir telah berulang kali memasuki Al-Aqsha, memicu kemarahan Palestina dan Yordania. Ia juga memimpin kelompok-kelompok pemukim yang melakukan ritual Yahudi di dalam kompleks masjid, yang melanggar status quo lama yang melarang ibadah non-Muslim di sana.
Beberapa kelompok ekstremis Yahudi meyakini bahwa Masjid Al-Aqsha dibangun di atas reruntuhan kuil Yahudi, klaim yang tidak memiliki dasar arkeologis maupun historis.
Situasi di Tepi Barat terus menunjukkan pola eskalasi militer yang serius, dengan operasi penumpasan, pembunuhan tokoh perlawanan, dan serangan terhadap simbol-simbol keagamaan umat Muslim. Dalam konteks penjajahan yang terus berlanjut dan pengepungan terhadap Gaza, tindakan ‘Israel’ di Tepi Barat dipandang sebagai bagian dari proyek kolonialisme yang lebih luas, dengan target mengosongkan tanah Palestina dari rakyatnya. (zarahamala/arrahmah.id)