SHAH ALAM (Arrahmah.id) – Di tengah kembali mencuatnya wacana solusi dua negara dalam konflik Palestina–”Israel”, seorang pakar sejarah Palestina kembali mengingatkan bahwa gagasan tersebut hanyalah propaganda Zionis untuk memperpanjang penjajahan dan menunda kemerdekaan sejati rakyat Palestina.
Profesor Dr Abd Al-Fattah El-Awaisi, anggota Fellow Royal Historical Society di Inggris, telah menegaskan dalam wawancara eksklusif bersama Sinar Daily bahwa solusi dua negara sejatinya tidak pernah ditujukan untuk mewujudkan keadilan.
“Ketika Anda membaca tentang Zionisme dan ambisi mereka, Anda akan menyadari bahwa solusi ini tidak memiliki jalan keluar yang nyata. Proses perdamaian ini hanyalah cara untuk mengelola konflik agar pihak yang lebih superior—yakni ‘Israel’—dapat terus bergerak mencapai tujuannya. Artinya, mereka hanya sedang membeli waktu,” tegasnya.
Meski pernyataan tersebut disampaikan pada tahun 2022, kritik Al-Fattah kembali relevan hari ini ketika banyak pihak di komunitas internasional kembali menyerukan solusi dua negara sebagai jalan damai atas agresi brutal yang terus dilakukan penjajah “Israel” terhadap rakyat Gaza.
Lebih jauh, Al-Fattah juga menyoroti lemahnya kepemimpinan di internal Palestina yang membuat perjuangan kemerdekaan semakin terpinggirkan.
“Sangat menyakitkan bagi saya sebagai orang Palestina untuk mengatakan bahwa kami tidak memiliki pemimpin sejati yang memperjuangkan kepentingan rakyat Palestina,” ujarnya.
Ia menilai bahwa Perjanjian Oslo justru menciptakan struktur pemerintahan yang menjadi agen kepentingan “Israel”, bukan representasi perjuangan rakyat Palestina.
“Hasil dari Oslo adalah agen yang bekerja bukan untuk rakyat Palestina, tetapi justru untuk melindungi kepentingan dan keamanan ‘Israel’. Inilah kenyataan pahit dari produk perjanjian tersebut,” katanya.
Al-Fattah juga menyoroti fakta bahwa Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas yang telah berusia lanjut masih harus memainkan peran sebagai simbol kepemimpinan, bukan pemimpin perjuangan sejati.
“Setelah wafatnya Yasser Arafat, ‘Israel’ dan Amerika merasa perlu menunjuk Mahmoud Abbas sebagai pemimpin karena jika tidak, akan muncul masalah besar tentang siapa yang akan menjadi penerus,” ungkapnya.
(Samirmusa/arrahmah.id)