ALEPPO (Arrahmah.id) — Presiden Suriah Ahmad Asy-Syaraa menyampaikan pidato bersejarah dari kota Aleppo, menandai berakhirnya pertempuran panjang rakyat Suriah melawan rezim diktator Bashar Assad. Dalam pernyataan yang dipublikasikan melalui akun resmi Threads miliknya, Asy-Syaraa mengumumkan dimulainya fase baru perjuangan: melawan kemiskinan dan membangun kembali Suriah.
“Dari jantung kota Aleppo, kami umumkan bahwa pertempuran kita melawan Diktator (Bashar Assad) telah berakhir, dan pertempuran kita dengan kemiskinan baru saja dimulai,” ungkapnya, dikutip dari Threads, Selasa (27/5).
Pernyataan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah konflik Suriah yang telah berlangsung lebih dari satu dekade. Ahmad Asy-Syaraa—yang sebelumnya dikenal sebagai Abu Muhammad Al-Jaulani—telah memimpin perlawanan bersenjata terhadap rezim Assad melalui berbagai fase, hingga akhirnya memimpin Pemerintahan Transisi Suriah yang kini didukung oleh sejumlah kekuatan internasional, termasuk Turki dan Amerika Serikat.
Pidato tersebut disampaikan di tengah upaya pemulihan dan rekonstruksi wilayah-wilayah yang berhasil dibebaskan dari cengkeraman rezim Assad. Kota Aleppo, yang dahulu menjadi simbol kehancuran akibat serangan brutal termasuk barrel bomb dan pengepungan yang mematikan, kini menjadi panggung bagi babak baru perjuangan rakyat Suriah.
“Pertempuran senjata mungkin telah usai, namun penderitaan rakyat kami belum berakhir. Kami kini menghadapi musuh baru: kemiskinan, kehancuran ekonomi, dan kebutuhan untuk membangun kembali negeri ini dari reruntuhan,” tambahnya.
Pemerintah transisi yang dipimpin Asy-Syaraa kini tengah menggagas berbagai langkah strategis untuk menata kembali sistem pemerintahan, menghadirkan layanan dasar bagi rakyat, serta membuka pintu bagi pengungsi untuk kembali secara aman dan bermartabat.
Namun, tantangan besar masih membentang di hadapan. Blokade ekonomi, kerusakan infrastruktur, dan fragmentasi politik tetap menjadi ujian berat bagi Pemerintahan Transisi.
Meskipun demikian, pidato Asy-Syaraa tersebut disambut antusias oleh banyak rakyat Suriah dan simpatisan revolusi Suriah di seluruh dunia. Ia dianggap sebagai simbol transisi dari perlawanan bersenjata menuju pembangunan sipil dan rekonsiliasi nasional.
Sementara itu, berbagai kelompok pendukung revolusi menyerukan dunia Islam dan masyarakat internasional untuk tidak tinggal diam, serta mendukung upaya rekonstruksi Suriah demi mengembalikan kemuliaan dan kemerdekaan bangsa yang telah lama tertindas di bawah tirani Bashar Assad.
(Samirmusa/arrahmah.id)