GAZA (Arrahmah.id) – Direktur Kementerian Kesehatan Gaza, Dr. Munir al-Bursh, mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk secara resmi menyatakan status kelaparan di Jalur Gaza. Permintaan ini muncul di tengah blokade ‘Israel’ yang telah memasuki bulan ketiga, menyebabkan akses terhadap makanan dan kebutuhan pokok sangat terbatas, diiringi dengan serangan udara yang terus berlangsung.
“Kami meminta PBB untuk mengeluarkan pernyataan resmi tentang status kelaparan di Gaza, karena indikator di lapangan serta data medis dan kemanusiaan telah memenuhi syarat internasional untuk hal tersebut,” ujar al-Bursh.
Data yang Mengkhawatirkan:
- 91% warga Gaza menghadapi krisis pangan sejak ‘Israel’ menutup semua jalur perbatasan.
- 92% anak-anak dan ibu menyusui mengalami malnutrisi parah.
- 65% penduduk Gaza tidak memiliki akses terhadap air minum yang bersih.
Sejak 2 Maret, ‘Israel’ menutup total jalur utama ke Gaza, menghentikan pasokan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan. Kondisi ini memicu krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejumlah organisasi HAM menuduh ‘Israel’ menggunakan kelaparan sebagai senjata perang terhadap warga Palestina.
‘Israel’ melanjutkan agresinya di Gaza pada 18 Maret, yang telah menewaskan lebih dari 2.200 warga Palestina dan melukai lebih dari 5.700 lainnya, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Lonjakan Malnutrisi Anak
Menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), jumlah anak-anak yang dirawat karena malnutrisi meningkat 80% pada April dibandingkan bulan sebelumnya. Laporan itu juga menyebutkan bahwa 92% anak-anak usia 6 bulan hingga 2 tahun dan ibu mereka tidak mendapatkan asupan gizi minimum.
65% dari total penduduk Gaza juga hidup tanpa akses air bersih.
Kantor Media Pemerintah Gaza pada Senin (28/4/2025) menyebut ‘Israel’ memperburuk penderitaan anak-anak melalui blokade yang menyebabkan lebih dari 65.000 anak dirawat di rumah sakit karena malnutrisi akut, dari 1,1 juta anak yang menghadapi kelaparan setiap hari.
“Israel menggunakan kelaparan dan kehausan sebagai senjata perang sistematis terhadap warga sipil, yang merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional,” bunyi pernyataan kantor tersebut.
“Kondisi Kritis” dan Kehabisan Stok Pangan
Jonathan Whittall, kepala OCHA di Gaza, memperingatkan bahwa wilayah tersebut berada di ambang “kondisi kelaparan skala penuh”.
“Hari-hari mendatang akan menjadi penentu. Saat ini, orang-orang di Gaza tidak hidup, yang tidak mati oleh bom dan peluru, sedang sekarat perlahan karena kelaparan,” kata Whittall kepada wartawan.
Ia menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan telah dijadikan alat perang melalui penolakannya. “Tidak ada alasan yang bisa membenarkan penolakan terhadap bantuan kemanusiaan,” tegasnya.
Whittall juga mengonfirmasi bahwa stok pangan WFP di Gaza telah habis, dan saat ini hampir tidak ada distribusi makanan yang berarti di wilayah tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)