GAZA (Arrahmah.id) – Gerakan Mujahidin Palestina mengumumkan bahwa Sekretaris Jenderal sekaligus komandan militernya, Dr. Asaad Abu Sharia, gugur dalam serangan udara ‘Israel’ pada Sabtu (7/6/2025). Serangan tersebut juga menewaskan sejumlah anggota keluarganya.
Serangan mematikan itu menyasar rumah mereka yang terletak di lingkungan Sabra, sebelah timur Kota Gaza. Peristiwa ini menjadi salah satu serangan paling berdarah dalam beberapa hari terakhir, seiring berlanjutnya agresi militer ‘Israel’ di wilayah yang telah dikepung total itu.
Dalam pernyataan resminya, Gerakan Mujahidin Palestina menyampaikan duka atas gugurnya Dr. Abu Sharia dan menyebutnya sebagai “salah satu pilar jihad dan perlawanan di Palestina.”
Mereka menyebut Dr. Abu Sharia gugur “dalam serangan udara pengecut” bersama saudaranya, Ahmed Abu Sharia, yang juga merupakan pejabat senior dalam gerakan tersebut, serta banyak anggota keluarga lainnya.
Menurut juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal, tim penyelamat berhasil menemukan 15 jenazah dari reruntuhan bangunan, termasuk enam anak-anak, dan sedikitnya 50 orang lainnya luka-luka.
Bangunan tiga lantai yang menjadi target serangan itu hancur total. Basal memperingatkan bahwa jumlah korban jiwa kemungkinan akan terus bertambah seiring berjalannya proses evakuasi.
Dr. Abu Sharia diketahui telah lolos dari lima upaya pembunuhan sebelumnya, dan telah kehilangan lebih dari 150 anggota keluarga akibat agresi ‘Israel’ di Gaza, termasuk istri dan anak-anaknya. Gerakan Mujahidin menegaskan bahwa “kejahatan ini tidak akan dibiarkan begitu saja, dan ‘Israel’ akan membayar mahal.”
Didirikan pada awal Intifada Kedua tahun 2000, Gerakan Mujahidin telah berperan aktif dalam perlawanan bersenjata terhadap pendudukan ‘Israel’. Sayap militernya, Brigade Mujahidin, beroperasi terutama di wilayah Jalur Gaza.
Gelombang Kecaman Luas
Pembunuhan Abu Sharia memicu respons cepat dan bersatu dari berbagai faksi perlawanan Palestina. Banyak pernyataan duka disampaikan, disertai kecaman terhadap kejahatan ‘Israel’.
Jihad Islam Palestina menekankan dedikasi seumur hidup Abu Sharia dalam perlawanan. Mereka menegaskan bahwa penargetan para pemimpin tidak akan melemahkan perjuangan, justru semakin memperkuat tekad kolektif untuk melawan pendudukan.
Komite Perlawanan Rakyat, beserta sayap militernya Brigade Nasser, menyebut pembunuhan itu sebagai “upaya putus asa ‘Israel’ untuk memaksakan kehendaknya atas Gaza.” Mereka memuji keteguhan Abu Sharia dan menyatakan keyakinan penuh bahwa Gerakan Mujahidin mampu melewati masa berkabung ini dengan kekuatan yang lebih besar.
Gerakan Ahrar dan Brigade Ansar memberikan penghormatan kepada Asaad dan Ahmed Abu Sharia atas peran mereka, baik dalam perjuangan bersenjata maupun dakwah. Mereka bersumpah akan melanjutkan jalan jihad dan persatuan, dengan pernyataan: “Untuk setiap syuhada yang naik ke langit, akan lahir seribu pejuang baru yang turun ke medan perang.”
Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) menyebut Abu Sharia sebagai “salah satu simbol paling menonjol dari perlawanan di Gaza selama lebih dari 25 tahun.” Mereka menyoroti konsistensinya dalam perjuangan, meskipun terus-menerus menjadi target pembunuhan dan kehilangan seluruh keluarganya. PFLP juga menyatakan solidaritas penuh kepada Gerakan Mujahidin.
Gerakan Hamas mencatat bahwa Abu Sharia telah kehilangan lima saudara kandung dan lebih dari 150 anggota keluarga sejak perang dimulai. Mereka menyebutnya sebagai tokoh sentral dalam pendirian perlawanan Islam di Palestina dan menyerukan agar semua faksi tetap bersatu.
Dalam pernyataan bersama, berbagai faksi perlawanan Palestina menyebut Asaad dan Ahmed Abu Sharia sebagai “pilar-pilar perjuangan” dan memuji dedikasi mereka selama puluhan tahun dalam melawan pendudukan Israel.
Perang Pemusnahan
Serangan udara hari Sabtu ini hanyalah salah satu dari rangkaian operasi militer yang, menurut banyak pengamat Palestina dan internasional, sudah mencapai level genosida. Sejak 7 Oktober 2023, ‘Israel’, dengan dukungan militer dan diplomatik penuh dari Amerika Serikat, melancarkan perang brutal terhadap Jalur Gaza.
Lebih dari 180.000 warga Palestina telah gugur atau terluka, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Lebih dari 14.000 orang dinyatakan hilang, dan kelaparan telah merenggut banyak nyawa lainnya.
Mahkamah Internasional (ICJ) telah memerintahkan ‘Israel’ untuk menghentikan operasi militer di Gaza, namun putusan itu diabaikan. Keluarga-keluarga dihabisi seluruhnya, dan infrastruktur Gaza, termasuk rumah sakit, sekolah, serta tempat pengungsian, telah dihancurkan secara sistematis. (zarahamala/arrahmah.id)