GAZA (Arrahmah.id) – Enam dari delapan aktivis yang ditahan oleh ‘Israel’ setelah kapal bantuan Madleen dicegat awal pekan ini telah dideportasi, menurut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri ‘Israel’.
Rima Hassan, anggota Parlemen Uni Eropa, dideportasi pada Kamis (12/6/2025), bersama dengan Mark van Rennes dari Belanda, Suayb Ordu dari Turki, Yasemin Acar dari Jerman, Thiago Avila dari Brasil, dan Reva Viard dari Prancis.
Dua lainnya, Pascal Maurieras dan Yanis Mhamdi, warga negara Prancis, masih ditahan di penjara Givon dan dijadwalkan akan dideportasi pada hari ini.
Sebelumnya, empat aktivis lainnya, termasuk aktivis iklim asal Swedia Greta Thunberg, telah dideportasi pada Selasa.
“Tindakan Represif dan Tidak Manusiawi”
Organisasi HAM Adalah, yang memberi bantuan hukum kepada para aktivis, melaporkan bahwa para relawan mengalami perlakuan kejam selama dalam tahanan.
“Relawan menghadapi penyiksaan, perlakuan agresif, dan tindakan hukuman. Dua dari mereka bahkan sempat dipenjara dalam isolasi,” tulis pernyataan resmi Adalah.
Adalah menyampaikan protes atas perlakuan tidak manusiawi ini dan mendesak otoritas ‘Israel’ untuk menghentikannya.
Kapal Bantuan Disita di Perairan Internasional
Kapal Madleen, yang berlayar dengan bendera Inggris, bertolak dari Sisilia, Italia, pada 6 Juni, dengan tujuan menembus blokade laut Israel terhadap Gaza. Namun, kapal ini dicegat oleh pasukan ‘Israel’ di perairan internasional pada Senin dini hari (9/6), dan 12 aktivis sipil di atas kapal ditangkap.
Menurut Adalah, penahanan dan deportasi tersebut ilegal karena ‘Israel’ tidak memiliki yurisdiksi di perairan internasional.
Dua aktivis, Thiago Avila dan Rima Hassan, dilaporkan sempat ditahan dalam isolasi. Avila bahkan melakukan mogok makan sebagai bentuk protes.
“Israel Tidak Punya Kewenangan Hukum”
Koalisi Freedom Flotilla (FCC) mengecam keras penyitaan kapal Madleen, menyebutnya sebagai tindakan ilegal:
“Kapal sipil ini disita secara paksa, awaknya yang tidak bersenjata diculik, dan kargo bantuan kemanusiaan seperti susu bayi, makanan, dan obat-obatan dirampas,” ujar Huwaida Arraf, pengacara HAM dan penyelenggara Freedom Flotilla.
“Tindakan ini terang-terangan melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan perintah Mahkamah Internasional (ICJ) yang mewajibkan akses bantuan ke Gaza tanpa hambatan.”
Penyitaan ini terjadi setelah kapal Conscience, bagian lain dari armada bantuan, sebelumnya diserang drone hingga terbakar di perairan Eropa, serangan yang juga melanggar hukum internasional, menurut FCC. (zarahamala/arrahmah.id)