TEL AVIV (Arrahmah.id) – Otoritas ‘Israel’ menempatkan dua aktivis terkemuka dari kapal kemanusiaan Madleen dalam sel isolasi, menurut pernyataan dari pusat hukum Adalah, usai mendeportasi paksa empat aktivis pada Selasa (10/6/2025), termasuk aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg. Langkah ini memicu keprihatinan luas di kalangan kelompok hak asasi manusia dan para pendukung Freedom Flotilla, inisiatif sipil yang berusaha menembus blokade ‘Israel’ atas Gaza dan mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Kedua aktivis yang ditahan adalah Tiago Ávila, seorang aktivis asal Brasil, dan Rima Hassan, anggota Parlemen Eropa berdarah Prancis-Palestina. Otoritas ‘Israel’ memindahkan mereka ke dua penjara yang berbeda, Ávila ke Penjara Ayalon dan Hassan ke Neve Tirza, dan menempatkan keduanya dalam kondisi terisolasi, menurut keterangan resmi Adalah.
“Tindakan ini adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak mereka dan dimaksudkan untuk memberikan tekanan psikologis dan politik,” tulis Adalah dalam siaran persnya.
Masih menurut Adalah, Ávila telah menjalani mogok makan dan tidak minum air selama dua hari. Meski belum ada laporan kekerasan fisik, pihak penjara disebut memperlakukannya dengan “permusuhan”. Sementara itu, Rima Hassan dimasukkan ke sel isolasi setelah menulis slogan “Free Palestine” di dinding penjara. Ia kini ditahan di sel kecil yang kotor dan tidak diizinkan keluar ke udara terbuka.
Rima Hassan juga telah memulai aksi mogok makan, seperti dikonfirmasi oleh anggota parlemen Prancis, Thomas Portes, melalui akun X (sebelumnya Twitter).
Pada Rabu, Adalah menuduh bahwa Pengadilan Tinjauan Penahanan ‘Israel’ telah membuka jalan bagi perpanjangan penahanan sewenang-wenang hingga satu bulan, tepatnya hingga 8 Juli 2025, tanpa pengawasan hukum lanjutan.
“Penahanan terus-menerus terhadap relawan Madleen ini sama sekali tidak sah,” tegas Adalah dalam pernyataannya.
“Para relawan harus segera dibebaskan dan dipulangkan dengan selamat, baik untuk kembali ke kapal Madleen demi melanjutkan misi kemanusiaan mereka ke Gaza, atau kembali ke negara asal mereka,” tambah mereka.
Istri Tiago Ávila menggambarkan kondisi suaminya sebagai “berat dan mengkhawatirkan”. Dalam wawancara dengan Al Jazeera Mubasher, ia menyampaikan bahwa pengacara Ávila diberitahu bahwa pejabat ‘Israel’ mengancam akan memperpanjang masa isolasi selama tujuh hari lagi, yang sebenarnya melanggar hukum ‘Israel’ sendiri. Pengacaranya menyatakan akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung ‘Israel’ jika perpanjangan itu benar-benar dilakukan.
Dilarang Tidur
Dokter asal Prancis, Baptiste André, yang dideportasi, mengatakan kepada media bahwa otoritas ‘Israel’ bersikap kasar terhadap para aktivis, khususnya terhadap Greta Thunberg, demikian dilaporkan Politico.
Menurut André, meski tidak ada kekerasan fisik langsung, petugas perbatasan ‘Israel’ mengejek dan secara sengaja mengganggu tidur para aktivis, terutama Thunberg. “Begitu seseorang tertidur, para petugas akan menyetel musik keras dan menari di dekat mereka,” ujarnya.
Jurnalis Al Jazeera, Omar Faiad, mengatakan bahwa ia ditahan bersama Greta. Setiap kali Greta ingin beristirahat, “seorang petugas masuk dan berteriak: ‘Greta, jangan tidur, ini dilarang!’” ujarnya.
“Mereka benar-benar ingin menguras energi kami sebelum kami pergi,” tambahnya.
Faiad juga menyebut bahwa aktivis yang menolak menandatangani surat deportasi diancam dengan kekerasan. Ia mendengar sendiri seorang petugas ‘Israel’ mengancam langsung Rima Hassan, anggota Parlemen Eropa:
“Aku akan hancurkan kepalamu ke tembok kalau kamu tidak tanda tangan. Kami akan urus ini dengan cara kami sendiri.”
Kapal Madleen adalah bagian dari koalisi Freedom Flotilla, sebuah inisiatif sipil internasional yang bertujuan mengirimkan bantuan ke Gaza melalui jalur laut. Namun, angkatan laut ‘Israel’ mencegat kapal tersebut di perairan internasional pekan lalu dan menculik seluruh aktivis yang berada di dalamnya.
Adalah mengecam keras penanganan kasus ini oleh pemerintah ‘Israel’. “Langkah-langkah ini adalah bagian dari kebijakan sistematis yang menargetkan tokoh-tokoh terkemuka dalam misi kemanusiaan damai,” tegas mereka, sembari menyerukan pembebasan segera dan pemulangan yang aman bagi para aktivis tersebut.
Kasus ini telah memicu kemarahan global, dan para aktivis HAM menyerukan organisasi internasional untuk menuntut pertanggungjawaban ‘Israel’ atas penculikan dan penyiksaan terhadap para aktivis damai.
Kapal Madleen berangkat dari Sisilia, Italia, pada 6 Juni menuju Gaza dalam upaya menembus blokade laut ‘Israel’ atas wilayah yang telah kehilangan hampir 55.000 jiwa sejak agresi militer ‘Israel’ dimulai pada Oktober 2023. (zarahamala/arrahmah.id)