GAZA (Arrahmah.id) – Lebih dari 600 warga Palestina dilaporkan tewas dan terluka dalam rentang waktu satu pekan di sekitar pusat distribusi bantuan di Jalur Gaza. Menurut laporan terbaru dari Euro-Med Human Rights Monitor, tentara ‘Israel’ secara sengaja menargetkan warga sipil yang kelaparan saat mereka mencoba mengakses bantuan kemanusiaan.
Laporan itu mencakup periode 27 Mei hingga 3 Juni 2025, dengan fokus pada tiga lokasi distribusi bantuan yang dikendalikan oleh militer ‘Israel’ dan organisasi yang didukung Amerika Serikat, Gaza Humanitarian Foundation (GHF).
“Warga sipil yang kelaparan dijebak dalam sistem distribusi yang militeristik, tanpa koridor aman, dan justru menjadi sasaran tembakan langsung dari penembak jitu, drone, dan kendaraan lapis baja,” ungkap Euro-Med dalam pernyataannya.
Tembakan di Kepala, Bantuan yang Menewaskan
Tim lapangan Euro-Med mengumpulkan kesaksian dari para penyintas yang menggambarkan situasi di lokasi distribusi sebagai “ladang pembantaian”. Dalam satu insiden pada 3 Juni di Tel al-Sultan, Rafah, sedikitnya 27 orang tewas dan 90 lainnya terluka.
Seorang penyintas yang tidak disebutkan namanya mengaku melihat drone ‘Israel’ memotret kerumunan sebelum tentara melepaskan tembakan dari atas derek militer. “Saya sendiri mengangkat tiga orang yang tertembak di kepala,” ungkapnya.
Seorang lainnya, AB (38), menceritakan pengalaman traumatisnya saat menunggu bantuan sekitar pukul 3 pagi. Ketika orang-orang mulai bergerak ke arah pusat distribusi, suara tembakan terdengar dari drone, kendaraan militer di balik bukit pasir, dan kapal perang Israel di laut.
“Tembakan begitu intens dan membabi buta. Tak ada yang berani berdiri. Berdiri berarti mati,” katanya.
AB sempat berhasil mendapatkan satu paket bantuan dan memberikannya kepada seorang ibu yang tampak sangat lapar bersama anak-anaknya. Tak lama kemudian, ia menemukan wanita tersebut sudah tewas dalam genangan darah. “Anaknya berteriak, ‘Ibu, bangun… Ibu…’,” kenangnya dengan suara parau.
Pusat Bantuan atau Kamp Tahanan?
Euro-Med menggambarkan mekanisme distribusi bantuan saat ini sebagai bentuk “penghinaan sistematis”. Warga diperintahkan melalui pengeras suara untuk melewati gerbang pemeriksaan dan “gerbang penghinaan” sebelum mendapat bantuan, itu pun dalam jumlah terbatas.
“Pusat-pusat ini tak ubahnya fasilitas penahanan militer, bukan tempat kemanusiaan,” tegas laporan tersebut.
Dalam salah satu kasus lain, seorang pria bernama Khaled Ahmed Abu Sweilem dilaporkan tewas setelah tertembak di bagian kepala dari belakang saat meninggalkan titik distribusi dengan membawa bantuan.
Lonjakan Korban dan Seruan Penghentian
Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, hingga 9 Juni, total korban dari “jebakan bantuan” ini mencapai 125 orang tewas, 736 luka-luka, dan 9 hilang. Hanya pada pekan lalu, dua serangan terpisah di dekat lokasi distribusi menewaskan 13 orang dan melukai 153 lainnya.
Euro-Med menegaskan bahwa mekanisme distribusi yang dikelola ‘Israel’ dan AS bukanlah solusi kemanusiaan, melainkan “alat pengendalian yang berujung pada pembantaian”.
“Tidak masuk akal mempercayakan peningkatan kondisi kemanusiaan pada entitas yang sama yang telah dituduh melakukan genosida selama hampir dua tahun terakhir,” tegas Euro-Med.
Organisasi itu menyerukan pengembalian penuh mekanisme distribusi bantuan kepada PBB dan lembaga kemanusiaan independen. (zarahamala/arrahmah.id)