GAZA (Arrahmah.id) – Sebanyak 49 warga sipil yang kelaparan gugur dalam 24 jam terakhir akibat serangan pasukan ‘Israel’ saat mereka tengah berusaha mendapatkan bantuan di dekat titik distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang didukung Amerika Serikat dan penuh kontroversi. Dengan demikian, jumlah korban tewas di dekat lokasi GHF sejak lembaga itu mulai beroperasi akhir Mei kini mencapai 516 orang.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 197 orang lainnya juga mengalami luka-luka.
Sejak GHF memulai operasinya di Gaza pada 27 Mei lalu, 516 pencari bantuan telah gugur dan lebih dari 3.799 orang terluka, lanjut laporan itu.
Selain itu, 39 orang lainnya dilaporkan hilang setelah menuju lokasi GHF untuk mendapatkan makanan.
Pembantaian massal terhadap warga sipil yang mencari bantuan di dekat lokasi GHF kini menjadi pemandangan mengerikan yang terjadi hampir setiap hari, di tengah kekacauan distribusi bantuan. Warga Palestina yang kelaparan hanya diberi waktu sempit untuk menyerbu lokasi bantuan, sebelum akhirnya menjadi sasaran tembakan pasukan Israel.
Pembantaian terbaru terjadi pada Selasa (24/6/2025) di dua lokasi distribusi bantuan GHF: satu di Rafah (Gaza selatan), dan satu lagi di dekat Koridor Netzarim (Gaza tengah), di mana pasukan ‘Israel’ menewaskan lebih dari 25 orang dalam setiap serangan.
Kantor Media Pemerintah Gaza menyebut lokasi-lokasi ini sebagai “perangkap massal” dan “rumah jagal”.
Sejak 2 Maret, ‘Israel’ menutup seluruh jalur perlintasan utama ke Gaza, memutus pasokan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan lainnya, memperparah krisis kemanusiaan bagi 2,3 juta warga Palestina, menurut laporan berbagai lembaga HAM yang menuduh Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
Laporan dari IPC (Integrated Food Security Phase Classification) bulan lalu memperingatkan bahwa hampir seperempat populasi sipil Gaza akan menghadapi kelaparan tingkat paling parah (IPC Fase Lima) dalam beberapa bulan mendatang.
Setelah lebih dari 80 hari blokade total dan kelaparan, serta di tengah meningkatnya kemarahan internasional, bantuan yang sangat terbatas akhirnya didistribusikan oleh GHF, lembaga yang dibentuk untuk melewati mekanisme resmi PBB dalam penyaluran bantuan di Gaza, dan selama ini dililit banyak skandal.
Sebagian besar organisasi kemanusiaan, termasuk PBB, telah menjauhkan diri dari GHF. Mereka menilai GHF melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan: membatasi bantuan hanya di Gaza selatan dan tengah, memaksa warga Palestina berjalan jauh untuk mengambil bantuan, dan hanya menyediakan jumlah bantuan yang sangat terbatas.
PBB sendiri mengonfirmasi bahwa ‘Israel’ masih memblokir masuknya makanan, dengan hanya beberapa truk bantuan yang berhasil mencapai Gaza.
Organisasi Dokter Lintas Batas (Médecins Sans Frontières/MSF) memperingatkan bahwa “mempermainkan bantuan kemanusiaan dengan cara seperti ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.”
“Setiap hari, warga Palestina dihadapkan pada pertumpahan darah saat mereka mencoba mendapat pasokan dari bantuan yang jumlahnya pun sangat minim,” tegas MSF.
Komisioner Jenderal UNRWA (lembaga PBB untuk pengungsi Palestina), Philippe Lazzarini, mengecam keras mekanisme distribusi bantuan yang disebutnya “mematikan” dan dikendalikan oleh AS dan ‘Israel’. Dalam unggahannya di X, Lazzarini menulis bahwa “nyawa warga Palestina telah begitu diremehkan.”
“Menjadikan orang-orang kelaparan sebagai target tembakan saat mereka mencoba mendapatkan sedikit makanan dari lembaga yang dikelola para tentara bayaran adalah kejahatan perang,” ujarnya.
“Mengundang orang-orang kelaparan ke kematian mereka adalah kejahatan perang. Mereka yang bertanggung jawab atas sistem ini harus diadili. Ini adalah aib dan noda dalam hati nurani kolektif kita.” (zarahamala/arrahmah.id)