TEL AVIV (Arrahmah.id) – Menteri Pertahanan ‘Israel’, Israel Katz, pada Rabu (25/6/2025) secara resmi menetapkan Bank Sentral Iran sebagai “organisasi teroris”, dalam langkah yang disebut sebagai upaya untuk menghentikan aliran dana ke kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Teheran.
Dalam pernyataan dari kantornya, Katz disebut telah menandatangani “perintah khusus yang menetapkan Bank Sentral Iran, dua bank Iran lainnya, dan sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan angkatan bersenjata Iran sebagai organisasi teroris.”
Langkah ini disebut sebagai bagian dari “kampanye lebih luas ‘Israel’ melawan Iran”, dengan tujuan “menyerang jantung sistem pendanaan terorisme Iran, yang mendanai, mempersenjatai, dan mengarahkan aksi teror di seluruh Timur Tengah,” menurut pernyataan tersebut.
Keputusan ini diumumkan hanya sehari setelah ‘Israel’ dan Iran mencapai kesepakatan gencatan senjata, yang mengakhiri 12 hari serangan balasan antara dua musuh lama tersebut.
Perang Bayangan dan Fase Baru
‘Israel’ dan Iran telah lama terlibat dalam apa yang disebut sebagai “perang bayangan”, di mana ‘Israel’ berulang kali menargetkan kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran di berbagai wilayah seperti Lebanon, Suriah, Irak, dan Gaza.
‘Israel’ meluncurkan kampanye serangan udara pada 13 Juni, dengan dalih mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, tuduhan yang berulang kali dibantah oleh Teheran.
“Kami telah menyelesaikan satu fase penting, namun kampanye melawan Iran belum berakhir. Kami kini memasuki fase baru berdasarkan pencapaian sebelumnya,” kata Kepala Staf Militer ‘Israel’, Eyal Zamir, dalam pernyataan terpisah pada Selasa malam (24/6).
Sanksi dan Penetapan “Terorisme”
Penetapan institusi keuangan Iran sebagai organisasi teroris membuka jalan bagi ‘Israel’ untuk mengambil tindakan hukum dan ekonomi terhadap entitas atau individu yang memiliki hubungan dengan lembaga-lembaga tersebut, termasuk membekukan aset atau memblokir transaksi internasional.
Namun, para pengamat menilai langkah tersebut lebih bersifat simbolik dan politis, mengingat keterbatasan yurisdiksi ‘Israel’ di ranah keuangan internasional tanpa dukungan dari negara-negara besar atau badan multilateral. (zarahamala/arrahmah.id)