DEN HAAG (Arrahmah.id) – Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, dilaporkan tengah menyiapkan surat penangkapan terhadap dua menteri sayap kanan ekstremis ‘Israel’, Bezalel Smotrich (Menteri Keuangan) dan Itamar Ben-Gvir (Menteri Keamanan Nasional), sebelum ia mengundurkan diri sementara pada bulan Mei lalu.
Laporan ini diungkap oleh The Wall Street Journal (WSJ), mengutip sumber dari pejabat ICC saat ini maupun yang sudah tidak aktif. Keduanya dituduh terlibat langsung dalam perluasan permukiman ilegal ‘Israel’ di wilayah Tepi Barat yang diduduki, dan dinilai berkontribusi pada pelanggaran hukum internasional yang bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang. Selain itu, Smotrich dan Ben-Gvir juga diketahui menyerukan aneksasi Jalur Gaza, yang semakin memperburuk posisi mereka di mata hukum internasional.
Meski ICC menolak memberikan komentar langsung, pengadilan menegaskan bahwa penyelidikan terhadap kejahatan yang terjadi di wilayah Palestina telah berlangsung sejak 13 Juni 2014, mencakup Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur. Sumber WSJ juga menyebut bahwa proses penilaian apakah kedua menteri ini dapat dituntut secara hukum kini dilanjutkan oleh dua wakil jaksa, karena Khan tengah dinonaktifkan akibat investigasi atas tuduhan pelanggaran etik yang ia bantah secara tegas. Tidak jelas apakah para deputi akan meneruskan langkah ini, mengingat risiko politik yang tinggi.
Penerbitan surat penangkapan terhadap tokoh-tokoh ‘Israel’ bukan hal baru bagi ICC. Pada November 2024 lalu, pengadilan ini sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang di Gaza. Langkah tersebut memicu kecaman dari ‘Israel’ dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, yang bahkan menjatuhkan sanksi terhadap Karim Khan. Untuk meredam gejolak politik, sejumlah pejabat disebut menyarankan agar ICC mendahulukan penuntutan terkait permukiman sebelum menyasar pejabat tertinggi seperti Netanyahu.
Di sisi lain, ‘Israel’ bersikukuh bahwa karena bukan anggota ICC, tindakannya di wilayah Palestina tak berada dalam yurisdiksi pengadilan. Namun, ICC pada 2021 menyatakan bahwa Palestina adalah negara pihak dalam Statuta Roma dan bahwa pengadilan memiliki kewenangan atas dugaan kejahatan yang terjadi di wilayah tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)