PARIS (Arrahmah.id) — Rencana Inggris dan Prancis untuk mengakui Negara Palestina pada konferensi perdamaian internasional di New York pada 17-20 Juni nanti telah ditangguhkan. Ini menandai perubahan sikap yang memalukan dari duo Eropa itu hanya beberapa pekan setelah keduanya sesumbar akan mengakui Negara Palestina sebagai respons atas genosida Israel di Gaza.
Konferensi tiga hari mendatang, yang disponsori bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, awalnya dibingkai sebagai terobosan diplomatik yang dapat membuat kekuatan-kekuatan besar Barat mengakui Negara Palestina sebagai masalah prinsip.
Namun, para diplomat Barat sekarang telah mengonfirmasi kepada The Guardian (10/6/2025), bahwa acara tersebut malah akan berfokus pada “langkah-langkah menuju pengakuan” yang samar-samar.
Pembalikan sikap tersebut terjadi meskipun London dan Paris baru-baru ini berjanji untuk mengevaluasi kembali pendekatan mereka mengingat kampanye pengeboman Israel yang menghancurkan di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 55.000 warga Palestina—kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak—, dan perluasan permukiman yang agresif di Tepi Barat yang diduduki secara ilegal.
Pejabat Israel sebelumnya menyetujui 22 permukiman baru di Tepi Barat, yang oleh Menteri Pertahanan saat itu, Yoav Gallant, digambarkan sebagai langkah strategis yang mencegah berdirinya Negara Palestina.
Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya telah menyatakan mengakui Negara Palestina merupakan “tugas moral dan persyaratan politik”, tetapi menurut pejabat yang memberi pengarahan kepada para koleganya di Israel minggu ini, pengakuan tidak akan diumumkan lagi di konferensi tersebut.
Sebaliknya, pengakuan tersebut diposisikan ulang sebagai hasil yang jauh bergantung pada serangkaian kondisi, termasuk gencatan senjata permanen di Gaza, pembebasan sandera Israel, dan restrukturisasi Otoritas Palestina untuk mengecualikan Hamas.
Pemerintah Inggris, yang menghadapi tekanan yang semakin meningkat dari anggota Parlemen untuk mengambil tindakan yang lebih kuat terhadap Israel, telah mengambil posisi yang sama.
Mengutip laporan The Guardian (10/6), pejabat Inggris dan Prancis sekarang memandang pengakuan bukan sebagai posisi moral atau kewajiban hukum, tetapi sebagai hadiah yang bergantung pada kepatuhan warga Palestina terhadap kerangka kerja yang sebagian besar dibentuk oleh prioritas Israel. Namun, publik Israel sebagian besar telah meninggalkan gagasan solusi dua negara.
Menurut angka yang dikutip oleh The Guardian, hanya 20 persen warga Israel yang mendukung pembentukan Negara Palestina, sementara 56 persen warga Yahudi Israel mendukung pemindahan warga Palestina ke negara lain, yang secara eksplisit mendukung pembersihan etnis.
Sementara itu, dukungan publik untuk kenegaraan Palestina terus tumbuh di seluruh Eropa. Irlandia, Spanyol, dan Norwegia secara resmi mengakui Negara Palestina tahun lalu, dan beberapa anggota Parlemen Inggris dari Partai Konservatif, termasuk mantan Jaksa Agung Sir Jeremy Wright, telah keluar dari barisan untuk mendukung pengakuan tersebut.
Arab Saudi, tuan rumah bersama konferensi di New York, telah berulang kali menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, dan tampaknya ada sedikit prospek bagi Riyadh untuk menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv.
Para analis mencatat bahwa visi Prancis, yang bersama negara-negara Barat, akan mengakui Negara Palestina sebagai imbalan atas normalisasi hubungn Arab dengan Israel, dengan cepat runtuh dalam menghadapi eskalasi Israel dan kemarahan publik di seluruh dunia Arab.
Warga Palestina dan para pendukungnya kemungkinan akan melihat perubahan sikap terbaru Inggris dan Prancis ini sebagai contoh lain dari kepalsuan Barat, yang menawarkan dukungan retoris sambil terus melindungi Israel dari akuntabilitas.
The Elders, sekelompok mantan negarawan global, mendesak Macron dalam surat terbuka untuk memperlakukan pengakuan Negara Palestina sebagai “langkah transformatif menuju perdamaian”, dan tidak memandang hak menentukan nasib sendiri warga Palestina sebagai alat yang harus dinegosiasikan dengan Israel. (hanoum/arrahmah.id)