GAZA (Arrahmah.id) – Sedikitnya 23 warga sipil Palestina yang kelaparan tewas, dan puluhan lainnya luka-luka pada Ahad pagi (1/6/2025), setelah pasukan pendudukan ‘Israel’ melepaskan tembakan ke arah mereka di titik distribusi bantuan yang dijalankan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah inisiatif bantuan kontroversial yang didukung Amerika Serikat, lansir QNN.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Sejak sebelum tengah malam hingga Ahad pagi, ribuan warga Gaza yang kelaparan memadati lokasi distribusi bantuan GHF di Rafah, Gaza selatan, dan beberapa titik di Gaza tengah. Di bawah dengungan helikopter militer dan drone ‘Israel’, serta dentuman tembakan yang terus terdengar, warga termasuk perempuan dan anak-anak berusaha menjangkau lokasi pembagian makanan.
Namun, pasukan ‘Israel’ yang sudah siaga di sekitar titik-titik tersebut justru melepaskan tembakan secara membabi buta ke arah kerumunan warga yang hanya ingin mendapatkan makanan.
“Selama beberapa hari terakhir, tentara ‘Israel’ terus menembaki warga yang mencari bantuan makanan. Hari ini, lebih dari 150 orang ditembak, 35 di antaranya tewas,” – Quds News Network (@QudsNen)
Kantor Media Pemerintah Gaza mengonfirmasi serangan di Rafah tersebut, dengan jumlah korban tewas sementara mencapai 22 orang dan lebih dari 115 luka-luka. Angka ini diperkirakan masih akan terus bertambah.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa total 179 korban dibawa ke rumah sakit, 21 di antaranya telah gugur, 5 dalam kondisi mati otak, dan 30 lainnya dalam keadaan kritis.
Satu orang juga dilaporkan tewas dan 30 lainnya luka-luka dalam insiden serupa di titik distribusi GHF lain yang berlokasi di dekat Koridor Netzarim, Gaza tengah.
Kantor Media Pemerintah menilai lokasi-lokasi ini bukan tempat distribusi bantuan kemanusiaan, melainkan “perangkap kematian massal.”
“Yang terjadi saat ini adalah penggunaan bantuan secara sistematis dan keji sebagai alat perang, untuk memeras warga yang kelaparan dan memaksa mereka berkumpul di lokasi terbuka yang kemudian dibantai. Lokasi-lokasi ini diawasi penuh oleh tentara Israel dan didanai serta didukung secara politik oleh Israel dan pemerintah AS, yang harus bertanggung jawab secara moral dan hukum atas kejahatan ini,” ujar pernyataan tersebut.
“Kami Bukan Pejuang, Kami Hanya Lapar”
Seorang saksi mata mengungkapkan bahwa tentara Israel menembaki warga tanpa peringatan.
“Kami hanya ingin makanan untuk anak-anak kami. Tiba-tiba mereka menembaki kami. Bahkan drone dan artileri juga menyerang. Banyak yang terluka. Kami hanya warga sipil kelaparan, bukan membawa senjata.”
Seorang perempuan yang selamat menceritakan bahwa petugas GHF menyuruh mereka mengikuti satu jalur untuk mengambil bantuan. Namun, begitu memasuki rute itu, tembakan mulai dilepaskan dari segala arah.
“Kami baru saja masuk, dan tiba-tiba tembakan datang dari depan, belakang, kanan, kiri, kami dijebak. Bahkan tank ‘Israel’ muncul dan mulai menembakkan peluru hingga wilayah itu hangus terbaka. Ketika ambulans datang, mereka juga ditembaki. Tak ada yang bisa diselamatkan.”
Perempuan tersebut juga menyebut bahwa petugas Amerika di lokasi menyuruh mereka menunggu bantuan di jalur aman. “Tapi itu ternyata jebakan. Ini bukan bantuan, ini pembantaian,” tegasnya.
Seorang warga lain yang kehilangan saudaranya mengatakan:
“Amerika mengklaim itu zona bantuan kemanusiaan. Bohong! Mereka menjebak dan membunuh kami. Kami harus berjalan jauh hanya untuk sepotong roti bagi anak-anak kami. Kami bukan milisi. Kami warga sipil.”
Bukan Pembantaian Pertama
Pembantaian ini bukan yang pertama sejak GHF mulai beroperasi. Pada Selasa sebelumnya (27/5), tentara ‘Israel’ juga menembaki warga yang mengantre di pusat bantuan GHF pada hari pertama operasional lembaga tersebut. Setidaknya 10 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Banyak laporan dan video menunjukkan kerumunan besar warga Gaza yang kelaparan dipaksa berdiri berjam-jam di luar fasilitas bantuan dan akhirnya menyerbu masuk karena keterlambatan distribusi akibat pemeriksaan keamanan yang ketat. Mereka justru disambut dengan peluru.
Warga yang ingin menerima bantuan diharuskan melewati gerbang elektronik, dan lokasi distribusi berada di area terbuka yang dikendalikan militer.
Dalam waktu kurang dari satu pekan, jumlah korban tewas di titik distribusi bantuan GHF telah mencapai 39 orang, dan lebih dari 220 lainnya luka-luka.
PBB dan berbagai lembaga kemanusiaan telah berulang kali menyatakan bahwa skema distribusi bantuan GHF bukan netral, melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan, dan justru membahayakan warga sipil. PBB sendiri menolak untuk ikut terlibat dalam program ini. (zarahamala/arrahmah.id)