JAKARTA (Arrahmah.id) – Sebuah peristiwa langka terjadi di halaman Masjidil Haram, Mekkah, pada Jumat pagi waktu setempat, ketika seorang jemaah haji asal Indonesia melahirkan di tengah keramaian jemaah yang tengah beribadah.
Kejadian yang berlangsung sekitar pukul 09.21 pagi ini langsung mendapat respons cepat dari tim medis Otoritas Bulan Sabit Merah Arab Saudi (Saudi Red Crescent Authority) setelah menerima panggilan darurat.
Ambulans dikerahkan dan proses persalinan berhasil dilakukan di lokasi dengan standar medis yang ketat.
Setelah persalinan berlangsung aman, sang ibu dan bayinya segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Keduanya dilaporkan dalam kondisi stabil.
Pihak otoritas Saudi juga mengimbau seluruh jemaah untuk memanfaatkan jalur pelaporan resmi seperti hotline 997, aplikasi Asefny, atau Tawakkalna demi percepatan penanganan darurat.
Peristiwa ini memicu perhatian publik dan sorotan terhadap perbedaan kebijakan terkait jemaah haji perempuan yang sedang hamil.
Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Kesehatan No. 458/2000 dan No. 1652.A/SKB/2000, ibu hamil tetap diperbolehkan berhaji selama usia kehamilan berada di rentang 14–26 minggu dan tidak memiliki risiko tinggi.
Kabid Kesehatan Haji Kementerian Agama RI sebelumnya menyatakan bahwa jemaah hamil dapat diberangkatkan bila memenuhi syarat medis.
Namun, sejumlah pakar kesehatan mengingatkan bahwa ibadah haji mengandung risiko besar bagi ibu hamil, seperti suhu ekstrem, aktivitas berat, dan kerumunan padat yang dapat memicu komplikasi.
Berbeda halnya dengan Indonesia, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan larangan ketat terhadap jemaah hamil pada musim haji 2025 ini.
Kementerian Haji dan Umrah Saudi menegaskan pelarangan tersebut didasarkan pada tingginya risiko kelelahan, kontraksi dini, hingga komplikasi medis lainnya.
Perbedaan kebijakan antara dua negara ini menimbulkan desakan agar dilakukan evaluasi dan sinkronisasi kebijakan antarotoritas.
Mengingat otoritas penuh pengelolaan tempat suci berada di tangan pemerintah Saudi, diperlukan koordinasi lebih lanjut agar tidak terjadi benturan kebijakan yang berpotensi membahayakan keselamatan jemaah.
(ameera/arrahmah.id)