GAZA (Arrahmah.id) – Analis militer Hatem Karim Al-Falahi mengatakan bahwa kerugian besar yang diderita tentara pendudukan ‘Israel’ dalam perang di Gaza telah berdampak serius terhadap kemampuan tempur mereka, terutama pada kendaraan lapis baja seperti tank Merkava dan pengangkut personel Namer.
Dalam analisisnya mengenai situasi militer di Gaza, Al-Falahi menjelaskan bahwa karena tingginya jumlah kerusakan dan kerugian, militer ‘Israel’ kini terpaksa menggunakan kendaraan lama dan usang dalam pertempuran untuk menutupi kekurangan armada tempurnya.
Serangan terhadap kendaraan militer ‘Israel’, khususnya di Kota Khan Yunis (Gaza selatan), meningkat secara signifikan dalam beberapa hari terakhir, meskipun pasukan ‘Israel’ menyebar dalam jumlah besar di kawasan tersebut. Hal ini pun memicu kritik tajam di dalam negeri ‘Israel’.
Pada Rabu (25/6), saluran Al Jazeera menayangkan rekaman eksklusif dari penyergapan mematikan yang dilakukan para pejuang Hamas terhadap dua kendaraan pengangkut personel ‘Israel’, yang menewaskan seorang perwira dan enam tentara, serta melukai banyak lainnya.
“Pasukan Infanteri Terputus dan Semangat Tempur Menurun”
Menurut Al-Falahi, unit-unit kendaraan lapis baja seharusnya didampingi oleh pasukan infanteri secara terintegrasi untuk memberikan perlindungan optimal di medan tempur. Namun, kekurangan personel membuat unit-unit ini terpaksa beroperasi secara terpisah dan tidak terkoordinasi dengan baik.
Ia mencontohkan bagaimana dalam salah satu video perlawanan sebelumnya, seorang pejuang Al-Qassam berhasil mendekati kendaraan ‘Israel’ hanya dengan senjata ringan, yang menunjukkan betapa lemahnya kesiapan dan pengamanan di kubu ‘Israel’.
Ketika moral pasukan turun, lanjutnya, “wilayah pertempuran bisa menjadi mimpi buruk yang nyata bagi para tentara ‘Israel’.”
Al-Falahi menegaskan bahwa ketidakmampuan ‘Israel’ dalam memenuhi kebutuhan personel, terutama setelah banyak unit ditarik ke lokasi lain, telah berdampak besar terhadap kekuatan yang masih tersisa di dalam Jalur Gaza.
Ia pun menyimpulkan bahwa militer ‘Israel’ sedang menghadapi berbagai masalah besar, mulai dari kekurangan personel, penurunan semangat tempur, hingga tantangan untuk bisa mempertahankan keberlanjutan perang dalam jangka panjang.
Serangan terhadap Tim Rekayasa Militer Jadi Pukulan Tambahan
Al-Falahi juga menyoroti bahwa tim teknik militer ‘Israel’ menjadi target strategis perlawanan, karena mereka bertugas membuka jalan, membersihkan ranjau, dan mengatasi hambatan demi kelancaran pasukan lapis baja dan unit komando.
Ketika tim-tim ini diserang, proses pergerakan pasukan menjadi tertunda secara signifikan, dan penggantian unit teknik di tengah pertempuran adalah hal yang “sangat sulit dilakukan”, tegasnya.
Kecaman Keluarga Tentara ‘Israel’: “Anak Kami Korban Kelalaian”
Surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan pernyataan keras dari keluarga para tentara yang tewas dalam penyergapan di Khan Yunis. Mereka menyebut anak-anak mereka sebagai korban kelalaian fatal, dan merasa “terkejut serta ngeri atas kecerobohan luar biasa yang terbongkar dalam insiden mengerikan ini.”
Mereka menegaskan, “Tragedi ini seharusnya bisa dicegah,” dan mempertanyakan mengapa batalion tempat anak-anak mereka bertugas masih menggunakan peralatan lama yang rusak dan tidak layak pakai.
Salah satu sorotan utama adalah kendaraan infanteri Divisi 605 yang tidak dilengkapi dengan kamera 360 derajat, fasilitas yang sudah umum bahkan di kendaraan sipil biasa. Hal ini dianggap sebagai bentuk pengabaian sistemik terhadap keselamatan personel. (zarahamala/arrahmah.id)