GAZA (Arrahmah.id) — Pengakuan PM Israel Benjamin Netanyahu yang menyebutkan bahwa Israel mempersenjatai warga Palestina untuk melawan kelompok perlawanan Palestina Hamas mengejutkan publik.
Milisi baru yang dipimpin oleh Yasser Abu Shabab akhirnya menjadi berita utama. Kelompok bernama Popular Forces ini kemudian mendapatkan dukungan dari sebagian penduduk setempat dan jelas ancaman dari Hamas.
Lantas siapakah mereka ini? Akankah pemimpinnya menjadi sosok baru yang akan menyaingi Hamas? Berikut penjelasannya:
Dilansir JFreed (5/6/2025), Yasser Abu Shabab—mantan narapidana Hamas, adalah anggota suku Tarabin yang mengakar kuat di Gaza, wilayah Negev Israel, Semenanjung Sinai Mesir, Yordania, dan Arab Saudi.
Hamas menuduhnya memiliki afiliasi dengan kelompok militan Islamic State (ISIS) di Sinai. Namun oleh sebagian pihak dipertanyakan sebab keluarga besarnya di wilayah Sinai telah berperang melawan ISIS selama bertahun-tahun bersama militer Mesir dan di bawah persetujuan Presiden Abdel Fattah el-Sisi.
Setelah IDF mengebom penjara Hamas selama tahap awal perang, Abu Shabab dilaporkan melarikan diri dan mulai membentuk pasukannya sendiri, sebagian besar terdiri dari mantan pejabat keamanan otoritas Palestina (PA) yang memiliki hubungan dengan Fatah.
Berdasarkan gambar yang beredar di media sosial Palestina, anggota Popular Forces nampak berseragam berbendera Palestina dan lambang “unit antiterorisme”, bersenjata, dan berswaforo di sebuah bangunan yang dikenal sebagai Istana Jerjoun di pusat Rafah. Bangunan ini merupakan salah satu dari sedikit bangunan yang masih utuh di daerah tersebut, dan khususnya, belum pernah dibom oleh IDF.
Penduduk setempat mengatakan milisi tersebut berkeliaran di kota secara terbuka dan beroperasi dalam jarak 1,5 kilometer dari perbatasan Rafah – sebuah daerah tempat Hamas berjuang untuk mempertahankan kendali dan tempat pasukan Israel saat ini aktif.
Pekan ini, ia merilis pesan video yang mengklaim kelompoknya telah menguasai Rafah timur. Ia mendesak warga sipil yang mengungsi untuk kembali, menjanjikan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan di kamp-kamp darurat yang didirikan di bawah pengawasan militer Israel.
Ketegangan antara Hamas dengan Popular Forces meletus menjadi kekerasan terbuka pada bulan April. Hamas mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan empat orang anak buah Abu Shabab dan kemudian menerbitkan rekaman video yang menunjukkan serangan IED terhadap konvoinya.
Sumber-sumber di Gaza percaya rekaman ini dipentaskan untuk propaganda, difilmkan beberapa minggu sebelumnya dan dirilis hanya setelah Hamas memutuskan untuk secara terbuka menghadapi kelompok tersebut.
Pada bulan Januari, salah satu ajudan senior Abu Shabab dieksekusi oleh Hamas, dan anggota kelompok tersebut sering menjadi sasaran. Kini, sejumlah laporan menunjukkan Hamas telah resmi memberi wewenang kepada unit al-Qassam untuk melakukan pembunuhan terhadap para operator milisi utama.
Menurut Reuters dan investigasi oleh Al-Akhbar dan Financial Times menunjukkan bahwa pasukan Abu Shabab mungkin menerima dukungan logistik dari Israel dan bahkan mungkin kontraktor AS yang mengelola distribusi bantuan. Peran mereka dilaporkan meliputi:
- Mengawal konvoi bantuan Palang Merah dan PBB
- Melakukan penyisiran sebelum masuk IDF
- Mendistribusikan pasokan kepada warga sipil di zona yang dikuasai IDF
- Melawan Hamas dan perampasan senjata
Beberapa penduduk menuduh kelompok tersebut menjarah truk bantuan dan mengatur kampanye media yang dipentaskan untuk melegitimasi operasi mereka.
Saat ini muncul rumor di sejumlah penduduk setempat dan pengamat yang membandingkan Abu Shabab dan Ahmad asy Syaraa, presiden sementara Suriah. Seperti asy Syaraa, menurut penduduk dan pengamat, Abu Shabab dipandang sebagai pialang kekuasaan pragmatis yang muncul dari kekacauan untuk menyeimbangkan kesetiaan suku, aliansi regional, dan dukungan dari kekuatan eksternal. (hanoum/arrahmah.id)