Oleh Reni Rosmawati
Pegiat Literasi Islam Kafah
Tampaknya bagi Presiden Prabowo Subianto kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama istrinya beberapa waktu lalu amatlah berarti. Semua bisa dilihat dari sambutan meriah upacara kenegaraan diiringi dentuman suara tembakan dan pengibaran sang merah putih sepanjang jalan protokol.
Namun, tak lama berselang Prabowo mengeluarkan pernyataan mengejutkan yakni dirinya siap menerima Israel sebagai negara asalkan negara tersebut mau mengakui kemerdekaan Palestina. Ia juga mendukung PBB yang akan menyelenggarakan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) pada 17-20 Juni mendatang untuk mewujudkan hal tersebut. (Tempo.co, 21/05/2025)
Akibat Cara Pandang Kapitalisme
Sebagai negara berkembang, tentu ada rasa kebanggaan tersendiri ketika dikunjungi negara besar dan maju seperti Prancis. Namun jika dilihat dari kacamata siapa Prancis dan bagaimana perlakuannya terhadap Islam, maka akan kita dapati bahwa penghormatan tersebut sungguh tak pantas diberikan. Untuk diketahui, Prancis merupakan salah satu negara anti-Islam setelah Amerika dan Inggris. Prancis kerap memperlihatkan tindakan Islamofobia, misal melarang hijab, membuat kartun yang menghina Rasulullah, hingga melakukan diskriminasi terhadap umat muslim. Ia juga yang selama ini memfasilitasi genosida Israel atas Palestina. Persenjataan Israel sebagian besar didatangkan dari Prancis. Berdasarkan laporan yang diterbitkan ‘Prancis Disclose’ 100.000 peluru gatling dikirimkan Prancis untuk digunakan Israel pada perang 7 Oktober 2023. (aa.com.tr 22/11/2024)
Karenanya, jangan hanya karena Indonesia negara berkembang kemudian didatangi Prancis yang notabene negara besar umat Islam berbangga diri, bahkan lupa siapa yang membenci Islam dan menciptakan kerusakan bahkan kekacauan di Palestina. Apalagi pasti kedatangan tersebut bukanlah makan siang gratis, tentu ada misi besar yang dibawanya yakni demi menjaga kelangsungan ideologi kapitalisme yang dipeloporinya. Sehingga negara muslim seperti Indonesia tetap berada dalam cengkeramannya, bahkan akhirnya mau mengakui penjajah Israel sebagai negara.
Sebagai kepala negeri muslim sudah semestinya memperlihatkan pembelaan dan sikap tegas terhadap Islam dan umatnya. Bukannya bermanis muka, bahkan rela menjalin kerjasama. Apalagi ujungnya akan membawa kehancuran bagi Palestina. Sayangnya cara pandang yang lahir dari akidah sekuler kapitalisme menihilkan itu semua. Ironis, karena seyogyanya seorang penguasa negeri-negeri muslim dapat menampakkan ketegasannya terhadap negara pembenci Islam, ajarannya, dan umatnya.
Pandang Islam Terhadap Negara Islamofobia
Islam membagi negara-negara di dunia menjadi 2 (Darul Islam dan Darul Kufur). Islam pun telah merinci bagaimana bersikap terhadap negara kafir harbi fi’lan (negara yang memusuhi Islam dan membuat umat sengsara). Terhadapnya Islam mengharamkan menjalin kesepakatan apapun. Atas hal ini Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 9, yang artinya: “Sungguh kalian telah dilarang berteman dengan orang-orang yang memusingkan kalian. Siapa saja yang menjadikannya sebagai teman, maka ia termasuk golongan yang zalim.”
Seyogyanya, tuntunan Islam ini menjadi pedoman bagi umat muslim apalagi kedudukannya sebagai penguasa. Terlebih kini Palestina sedang dijajah oleh Israel dan dibekingi Barat. Adapun Prancis sebenarnya sudah dari dulu memang menampakkan kebencian terhadap Islam. Seperti di masa Khalifah Abdul Hamid ll. Pemerintah Prancis pernah membuat surat kabar pertunjukan teater yang menghina Rasulullah saw. Hal ini membuat Khalifah geram dan menegaskan siap berperang dengan Prancis jika ia tidak menghentikan hal tersebut. Prancis pun ketakutan dan menghentikan perbuatannya. Ini semua karena kala itu Islam menjadi negara adidaya adikuasa.
Karenanya, jika umat ingin mengulangi hal tersebut yakni negara adidaya adikuasa yang disegani penjajah, maka umat harus berjuang agar negara Islam yang menerapkan syariat Islam secara sempurna kembali terwujud. Hingga berpengaruh kuat terhadap konstelasi politik luar negeri sebagaimana yang pernah diraih dahulu.
Hal yang bisa dilakukan umat saat ini; mencari tahu pemahaman Islam yang sebenarnya; terus mengikuti kajian Islam menyeluruh; lalu berjuang bersama-sama menyuarakan Islam ke tengah umat dengan jama’ah dakwah ideologis, sehingga terbentuk opini umum yang melahirkan kesadaran untuk kembali melanjutkan kehidupan Islam.
Wallahu a’lam bis shawwab