TEL AVIV (Arrahmah.id) – Channel 12 Israel memberitakan bahwa 1.500 warga ‘Israel’ di kota Bat Yam, Tel Aviv, mengungsi akibat serangan roket Iran yang menghantam beberapa bangunan pemukiman, yang memicu reaksi luas di kalangan masyarakat Arab.
Analis politik ‘Israel’, Amit Segal, menuliskan cuitan di platform X bahwa roket Iran yang menyerang Bat Yam telah menghancurkan 20 bangunan secara total dan menyebabkan 1.500 warga ‘Israel’ kehilangan tempat tinggal. “Angka yang luar biasa, karena ini mewakili lebih dari 1% dari penduduk kota yang kini menjadi tunawisma,” tulisnya.
Topik ini menuai banyak respons di kalangan aktivis Arab. Sebagian mempertanyakan, jika satu roket saja sudah menyebabkan kehancuran sebanyak itu, bagaimana jadinya jika beberapa roket mengenai target dengan kekuatan yang sama? Sementara yang lain berpendapat jumlah korban bisa jauh lebih besar jika sistem peringatan dini, yang memberikan kesempatan kepada warga untuk berlindung di tempat penampungan, berhasil gagal.
Seorang pengguna media sosial pun berkomentar, “Dua puluh roket yang jatuh di area pemukiman yang tersebar sudah cukup untuk menyebabkan kehancuran yang tak terbayangkan, bisa saja membuat entitas itu lumpuh total.” Di sisi lain, beberapa pengguna menyatakan bahwa serangan terus-menerus seperti ini berpotensi mengubah Tel Aviv menjadi kota perkemahan pengungsi, dengan runtuhnya sektor-sektor penting seperti transportasi, pendidikan, dan pariwisata.
Tak hanya itu, beberapa pihak juga mempertanyakan efektivitas sistem pertahanan udara seperti Iron Dome serta sistem Amerika ‘Hitz’ dan ‘Thad’, dengan alasan bahwa jika sistem-sistem tersebut bisa ditembus, langit ‘Israel’ pun terbuka untuk serangan roket di masa mendatang, dan fase berikutnya dapat menjadi lebih kejam.
Dalam konteks yang sama, beberapa komentator menunjukkan kunjungan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke lokasi jatuhnya roket di Bat Yam, yang dianggap sebagai pengakuan atas besarnya bencana yang dialami warga. Hal ini dikhawatirkan bisa memicu kemarahan terhadap pemerintah, bahkan mendorong banyak warga untuk meninggalkan wilayah pendudukan melalui darat atau laut.
Di sisi lain, sejumlah platform digital menyoroti penderitaan dua juta warga Palestina di Jalur Gaza yang tengah terkurung, kehilangan tempat tinggal, dan kekurangan kebutuhan dasar. Mereka mempertanyakan, mengapa wartawan Israel mengabaikan penderitaan warga Gaza sementara membesar-besarkan berita mengenai kerugian di pihak ‘Israel’?
Platform tersebut mengutip informasi dari pemerintah kota Bat Yam yang menyebut tersedia sekitar 600 kamar hotel untuk menampung warga ‘Israel’ yang kehilangan tempat tinggal, dengan perkiraan bahwa perbaikan bangunan akan memakan waktu bertahun-tahun dan membutuhkan anggaran yang sangat besar.
Seorang warganet berkomentar, “Saat rumah seorang Palestina hancur, ia hanya menemukan perkemahan pengungsi yang sendiri tak terhindar dari serangan, sementara warga ‘Israel’ memiliki ribuan tempat penampungan, terowongan metro, dan ratusan apartemen, serta segala bentuk dukungan lain.” Sementara seorang pengguna media lainnya berkata, “Hanya 1.500 orang? Berapa banyak menara pemukiman yang telah dihancurkan di Gaza? Puluhan ribu tewas dan ratusan ribu mengungsi tanpa tempat berlindung, makanan, maupun obat-obatan, tidur di luar dan terpaksa berguling di tanah dengan langit sebagai atap.”
Beberapa pihak juga menilai bahwa mesin propaganda ‘Israel’ bekerja sangat kuat, terutama di media sosial, untuk menggambarkan ‘Israel’ sebagai korban sekaligus meremehkan citranya sebagai pelaku kekejaman, meskipun kejahatan tersebut telah didokumentasikan oleh Pengadilan Internasional di Den Haag. (zarahamala/arrahmah.id)